Selasa, 28 Oktober 2014

KANDUNGAN QS. AL-MU'MINUN AYAT 1 - 11

MEMAHAMI KANDUNGAN SURAH AL-MU’MINUN AYAT : 1-11

قَدْ أَفْلَحَ الْمُؤْمِنُونَ -١- الَّذِينَ هُمْ فِي صَلَاتِهِمْ خَاشِعُونَ -٢- وَالَّذِينَ هُمْ عَنِ اللَّغْوِ مُعْرِضُونَ -٣- وَالَّذِينَ هُمْ لِلزَّكَاةِ فَاعِلُونَ -٤- وَالَّذِينَ هُمْ لِفُرُوجِهِمْ حَافِظُونَ -٥- إِلَّا عَلَى أَزْوَاجِهِمْ أوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُهُمْ فَإِنَّهُمْ غَيْرُ مَلُومِينَ -٦- فَمَنِ ابْتَغَى وَرَاء ذَلِكَ فَأُوْلَئِكَ هُمُ الْعَادُونَ -٧- وَالَّذِينَ هُمْ لِأَمَانَاتِهِمْ وَعَهْدِهِمْ رَاعُونَ -٨- وَالَّذِينَ هُمْ عَلَى صَلَوَاتِهِمْ يُحَافِظُونَ -٩- أُوْلَئِكَ هُمُ الْوَارِثُونَ -١٠- الَّذِينَ يَرِثُونَ الْفِرْدَوْسَ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ -١١-
Tujuan tertinggi dari setiap program dalam Islam adalah keberhasilan dan keselamatan. Banyak ayat Al-Qur’an yang menyebutkan hal demikian. Dipilihnya nama”Al-Mu’minuun” bagi surah ini adalah karena ayat-ayat awal surah ini menyebutkan sifat-sifat orang beriman dalam beberapa prase yang singkat, hidup, signiifikan dan komprehensif. Disamping  itu surah ini menyinggung soal nasib akhir orang-orang beriman yang serba nikmat dan agung, sebelum berbicara tentang sifat-sifat mereka, Al-Qur’an menyatakan bahwa setelah mencapai tujuan akhirnya dalam semua dimensi, orang-orang beriman akan hidup sejahtera, Allah berfirman : Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman”.
          Istilah aflaha, berasal dari kata falah dan falah, kata ini asalnya berarti memotong dan membelah dan kemudian digunakan untuk setiap senis kemenangan dan prestasi yang mendatangkan keberhasilan dan kebahagiaan manusia.
          Dalam kenyataannya, orang-orang yang sukses, sejahtera dan menang adalah mereka yang mampu mengatasi berbagai rintangan yang menghalangi jalan mereka mencapai tujuan. Tentu saja, keberhasilan dan keselamatan memiliki arti luas, yang mencakup baik kemenangan material maupun spiritual dan keduanya juga telah dipertimbangkan berkenaan dengan orang-orang beriman yang memenuhi syarat.
          Kemenangan dan keberhasilan di dunia ini bermakna bahwa hidup merdeka, mandiri, sejahtera dan terhormat dan semua kondisi yang baik ini hanya bisa dicapai dibawah baying iman-iman. Keberhasilan di akhirat berarti tinggal secara terhormat dan sejahtera dalam rahmat Allah SWT, mendapat curahan berkah abadi, serta memiliki teman-teman suci dan serasi.
          Sebanyak dua puluh kali setiap sehari semalam, kita mengumandangkan” Hayya’alal falaah ( mari menuju keberuntungan )” dalam azdan dan iqamat sebelum shalat wajib sehari-hari, dan dengan jelas mendeklarasikan tujuan akhir ini sehingga kita tidak kehilangan jalan hakiki.
          Kata falaah berarti beruntung, mungkin karena alas an ini petani dalam Bahasa Arab disebut fallah adalah karena dia menyiapkan kondisi-kondisi bagi tanaman untuk tumbuh dan berkembang. Manakala ditanam kedalam tanah, benih menyelamatkan dirinya dengan tiga tindakan dan mencapai udara terbuka :
1.   Menanamkan akar-akarnya dikedalaman tanah.
2.   Menyerap gizi dari tanah.
3.   Menggeser tanah yang menghalangi jalan tumbuhnya kepermukaan.
Seperti halnya benih tanaman, manusia harus melaksanakan ketiga tindakan ini untuk membebaskan dirinya dan mencapai udara terbuka tauhid dan menyelamatkan dirinya dari tuhan-tuhan palsu dan dunia gelap materialisme :
1.   Harus menguatkan akar-akar keimanannya dengan penalaran.
2.   Harus memperoleh potensi-potensi anugerah Allah SWT sebanyak mungkin demi perkembangan dan penyempurnaan rohaninya.
3.   Harus menjauhkan musush-musuh dan rintangan-rintangan serta menyingkirkan sesembahan apa pun selain Allah SWT dengan kalimat ”Laa ilaaha illallah” ( tidak ada tuhan kecuali hanya Allah SWT )” untuk mencapai ruang terbuka tauhid.
Siapa orang-orang yang beruntung yang mendapat kemenangan itu ? mereka itu adalah  :
1.   Orang-orang yang beribadah kepada Allah, firman-Nya :
      “Hai orang-orang yang beriman, ruku'lah kamu, sujudlah kamu, sembahlah Tuhanmu dan perbuatlah  kebajikan, supaya kamu mendapat kemenangan”. ( QS.Al-Hajj : 77 )
2.  Mereka yang amal-amalnya bernilai dan berat timbangannya, firman Allah SWT :
     ”Timbangan pada hari itu ialah kebenaran (keadilan), Maka barangsiapa berat timbangan kebaikannya, Maka mereka Itulah orang-orang yang beruntung”. ( QS. Al-A’raf : 8 )
3.  Mereka yang menghindari sifat kikir, firman Allah SWT :
       “……..dan siapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, mereka Itulah orang orang yang beruntung”. (   QS. Al-Hasyr : 9
4.  Orang yang patuh kepada Allah SWT, dan rasul-Nya firman-Nya :
       ”Allah Telah menetapkan: "Aku dan rasul-rasul-Ku pasti menang". Sesungguhnya Allah Maha Kuat lagi Maha Perkasa”. ( QS. Al-Mujaadilah : 22 )
5.  Mereka yang banyak mengingat Allah SWT, firman-Nya :
      ”Hai orang-orang yang beriman. apabila kamu memerangi pasukan (musuh), Maka berteguh hatilah kamu dan sebutlah (nama) Allah sebanyak-banyaknya[620] agar kamu beruntung”. (  QS. Al-Anfal :45 )
1.   Orang yang takut kepada Allah SWT, firman-Nya :
”Katakanlah: "Tidak sama yang buruk dengan yang baik, meskipun banyaknya yang buruk itu menarik hatimu, Maka bertakwalah kepada Allah Hai orang-orang berakal, agar kamu mendapat keberuntungan." ( QS. Al-Maidah :100 )
7.  Pejuang-pejuang di jalan iman ( Fiisabilillah ), firman Allah SWT :
”Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan carilah jalan yang mendekatkan diri kepada-Nya, dan berjihadlah pada jalan-Nya, supaya kamu mendapat keberuntungan”. ( QS. Al-Maidah : 35 )
8.   Orang-orang yang bertaubat, firman Allah SWT :
”........dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, Hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung”. ( QS. An-Nur : 31 )
          Ayat selanjutnya menyoroti sifat-sifat kaum beriman dan dalam konteks ini, pertama-tama menekankan pentingnya shalat wajib, Allah SWT berfirman : (yaitu) orang-orang yang khusyu' dalam sembahyangnya.
          Istilah khasyi’un ( orang-orang yang khusyu’ ) berasal dari kata khusyu’ yang berarti kesopanan spiritual dan fisik, yang disandang secara lahiriah oleh jasad manusia manakala berada dihadapan seorang besar atau di depan kebenaran yang penting.
          Di sini Al-Qur’an tidak hanya memperhitungkan pelaksanaan shalat wajib itu sendiri sebagai tanda orang-orang beriman, tetapi juga memandang kekhusyu’an dalam shalat sebagai salah satu sifat mereka. Ini merujuk pada kenyataan bahwa shalat mereka bukanlah shalat yang tak bermakna dan hanya merupakan gerakan-gerakan tak berjiwa. Apabila mereka mengerjakan shalat wajib, mereka mencurahkan perhatian sepenuhnya kepada Allah SWT dan melepaskan diri dari hal-hal selain Dia, dan dengan demikian mencapai pertemuan dengan-Nya. Mereka sedemikian khusyu’ dalam berkontemplasi serta berdo’a kepada Allah SWT, sehingga setiap partikel wujudnya dipengaruhi oleh kekhusyu’an tersebut. Mereka melihat dirinya hanya sebagai atom-atom yang bertebaran di hadapan Wujud tak terbatas dan setetes air di lautan yang Maha luas.
          Bagi seorang mukmin, setiap saat dalam shalatnya adalah pelajaran dalam pengembangan diri dan pelatihan untuk benar-benar menjadi manusia dan sarana menyempurnakan hati dan jiwanya.
          Sebuah hadits menunjukkan bahwa suatu ketika, Nabi Muhammad SAW, melihat seorang laki-laki mengelus-elus janggutnya saat mengerjakan shalat, maka Rasulullah SAW pun berkata : sekiranya hatinya khusyu’, tentu anggota-anggota tubuhnya juga akan khusyu’.
          Perkataan Nabi ini merujuk pada kenyataan bahwa kekhusyu’an adalah keadaan batin yang mempengaruhi keadaan lahiriah seseorang. Para pemimpin spiritual Islam yang besar selalu khusyu’ dalam shalatnya hingga ketika sedang shalat, mereka menjadi terasing dari segala sesuatu selain Allah SWT. Terdapat sebuah hadits yang mengatakan bahwa ketika Nabi Muhammad SAW sedang berdiri dalam shalatnya, beliau terkadang melihat kelangit, tetapi setelah ayat ini diturunkan, beliau lalu melihat kebawah dan tak pernah lagi melihat keatas jika sedang shalat.
          Kata laghwi berarti perbuatan atau pembicaraan yang sia-sia. Menghindari kesia-siaan dan hal-hal yang tak karuan tidak hanya terbatas  pada kaum muslimin saja, kaum terdahulu pun dianjurkan hal yang sama. Dalam ayat mulia di atas, sifat kedua dari orang-orang beriman disebutkan sesudah sifat kekhusyu’an adalah : Dan orang-orang yang menjauhkan diri dari (perbuatan dan perkataan) yang tiada berguna,
Dalam kenyataannya, semua gerakan dan kebijakan hidup mereka memiliki tujuan yangberguna dan konstruktif. Sebab ketidakbergunaan berarti kesia-sian dan ketidakefektifan dalam tindakan. Sesungguhnya, seperti telah dikatakan para ahli tafsir besar, setiap tindakan dan pembicaraan yang tidak membawa manfaat adalah sia-sia. Sebagian ahli tafsir mengartikan kesia-siaan sebagai kehampaan dan yang lain menafsirkannya sebagai dosa-dosa secara keseluruhan. Sebagian lagi menafsirkannya sebagai kutukan atau menggunakan bahasa yang buruk, yang lain mengartikannya sebagai nyanyian-nyanyian yang tak senonoh, tak karuan dan permainan-permainan. Sementara yang lain lagi menafsirkannya  sebagai kemusyrikan. Semua penafsiran ini adalah perluasan dari konsep umum dan menyeluruh.
          Tentu saja, kesia-siaan tidak hanya berarti pembicaraan dan perbuatan yang sia-sia tanpa makna, melainkan juga pikiran sia-sia, tak bermakna dan tak berdasar yang mengakibatkan lalai terhadap Allah SWT. Ia juga mencegah kita dari merenungkan  hal-hal yang baik dan konstruktif. Semua karakteristik yang di sebutkan di atas diringkas dalam satu konsep dan istilah laghwi ( kesia-siaan / ketidakbergunaan ).
          Dalam kenyataan aktual , orang-orang beriman sedemikian terlatih sehingga bukan saja mereka tidak terlibat dalam pikiran-pikiran tak karuan dan tak berdasar, tapi juga seperti dikatakan Al-Qur’an menghindarinya. Dengan perkataan lain, perbuatan yang sia-sia adalah perbuatan yang yang tidak bermanfaat, akan tetapi perbuatan sia-sia itu relatif sifatnya. Sebab, terkadang suatu perbuatan merupakan sia-sia  dalam satu situasi, namun berharga dan berguna dalam situasi yang lain.
          Akan tetapi, Allah yang Maha Agung tidak mencirikan orang-orang yang beriman sebagai orang-orang yang meninggalkan perbuatan sia-sia secara mutlak. Sebab manusia adalah makhluk yang berada di pinggir jurang dosa dan kesalahan. Dia menggambarkan mereka sebagai orang-orang yang menjauhi perbuatan seperti itu, bukan meninggalkannya secara mutlak.
          Meninggalkan sesuatu mengharuskan adanya sesuatu yang mengajak manusia menyibukkan diri dengannya, tetapi dia mengabaikannya dan tidak memberikan nilai kepadanya. Malahan dia berpaling darinya dan menyibukkan diri dengan sesuatu yang lain. Seseorang yang meninggalkan suatu perbuatan menganggap bahwa melibatkan diri dalam perbuatan tersebut adalah merendahkan derajatnya dan menganggap lebih baik mengejar tujuan-tujuan yang lebih tinggi dan mengerjakan tugas-tugas lebih mulia.
          Iman yang sejati juga menyeru manusia agar menumbuhkan sikap seperti ini, karena iman termasuk dalam ranah kebesaran dan keagungan, serta merupakan sumber kebesaran, kemuliaan dan kecemerlangan. Orang yang beriman hanya berupaya hidup demi mencapai kesejahteraan akhir dan sukses yang kekal. Dia mengejar kegiatan-kegiatan yang di pandang  besar oleh Allah SWT dan tidak memberi nilai pada perbuatan-perbuatan dan prilaku orang-orang bodoh dan hina. Jika orang-orang jahil berbicara kepada orang-orang yang beriman, maka mereka ( orang-orang yang beriman ) menjawabnya dengan kebaikan, dan manakala orang-orang beriman itu melihat kegiatan yang sia-sia, mereka akan menyikapinya dengan kemuliaan dan kemurahan hati.
          Keadaan orang-orang yang beriman ini menjadi jelas bahwa penggambaran mereka dengan sikap menghindari hal yang sia-sia adalah makna yang bersifat kiasan yang menunjuk pada tekad yang teguh dan kemulian pribadi mereka.
          Kemudian pada ayat yang lain dibahas masalah zakat. Istilah zakat dalam filologi berarti penyucian, kebersihan, pertumbuhan, dan perkembangan. Dalam hukum Islam dan bagi kaum muslim, ia berarti bagian khusus dari harta benda seseorang yang harus diambil, dengan syarat-syarat tertentu dan kemudian diberikan kepada kaum fakir-miskin dan untuk kegiatan-kegiatan kebaikan yang lain.
          Dengan perkataan lain, zakat adalah mengambil sebagian harta milik seseorang dan memberikannya kepada orang miskin agar harta yang tertinggal pada pemiliknya dapat tumbuh dengan rahmat Allah SWT dan meningkatkan derajat spritual pemiliknya. Di samping itu, zakat juga menghilangkan apa yang tidak halal dari harta seseorang dan menghilangkan cela dan sifat-sifat buruk dari pemiliknya. Jadi , kita dapat mengatakan bahwa dikarenakan membayar zakat menghapuskan sifat-sifat mamonisme ( pengaruh jahat kekayaan ), mementingkan diri sendiri, serta kekikiran dan kekerasan hati dari jiwa manusia, maka ia dinamakan zakat.
          Zakat adalah kewajiban dan pelayanan agama yang sangat penting. Ia adalah kewajiban Islam yang merupakan butir ketiga prinsip-prinsip agama dan dengan kata lain, terhitung sebagai tonggak agama yang kedua. Orang yang mengingkari akan wajibnya zakat, dianggap sebagai orang tak beriman atau bukan muslim. Pada ayat ini merujuk pada sifat ketiga orang-orang beriman sejati, yang memiliki aspek sosial dan ekonomi, Allah SWT berfirman :” Dan orang-orang yang menunaikan zakat”.
          Surah ini diwahyukan di Mekkah dan ketika itu hukum yang mewajibkan zakat belum di wahyukan. Karenanya, terdapat berbagai penafsiran yang di kemukakan oleh para mufasir mengenai ayat ini.
          Apa yang tampaknya lebih benar adalah bahwa zakat tidak secara eksklusif berarti zakat wajib. Sebab , Islam memiliki sejumlah sistem yang bersifat sunah. Zakat sebagai kewajiban diwahyukan di Madinah, tetapi pembayaran zakat sebagai amal baik yang di sunahkan juga telah diserukan sebelumnya.
          Sebagian ahli tafsir mengomentari bahwa zakat di Mekkah, mungkin sekali berupa kewajiban agama, tetapi tanpa batasan dan ketentuan yang pasti, yang berarti bahwa kaum muslim dibebani kewajiban memberikan sejumlah tertentu dari kekayaannya kepada kaum miskin. Baru setelah berdirinya negara Islam dan terbentuknya Baitul Mal ( kas sosial dan pemerintahan ), sistem yang terdefinisikan dengan baik menyangkut zkat disusun, yang menetapkan jumlah minimal  harta yang wajib di zakati dan di kirimnya utusan-utusan yang bertugas mengumpulkan zakat kepada masyarakat atas perintah Nabi Muhammad SAW.
          Akhirnya, sebagai bahan perbandingan, mari kita cermati Surah Al-Maidah ayat 12 yang artinya : ”Dan Sesungguhnya Allah Telah mengambil perjanjian (dari) Bani Israil dan Telah kami angkat diantara mereka 12 orang pemimpin dan Allah berfirman: "Sesungguhnya Aku beserta kamu, Sesungguhnya jika kamu mendirikan shalat dan menunaikan zakat serta beriman kepada rasul-rasul-Ku dan kamu bantu mereka dan kamu pinjamkan kepada Allah pinjaman yang baik[406] Sesungguhnya Aku akan menutupi dosa-dosamu. dan Sesungguhnya kamu akan Kumasukkan ke dalam surga yang mengalir air didalamnya sungai-sungai. Maka barangsiapa yang kafir di antaramu sesudah itu, Sesungguhnya ia Telah tersesat dari jalan yang lurus”.
 [406]  maksudnya ialah: menafkahkan harta untuk menunaikan kewajiban dengan hati yang ikhlas.
          Pada ayat berikutnya Allah SWT berfirman :” Dan orang-orang yang menjaga kemaluannya”. Karena insting seksual mungkin sekali disalahgunakan, maka penjagaan diri dari hal ini memerlukan ketakwaan, disiplin yang keras dan iman yang kuat.
          Ayat ini menyatakan bahwa sifat keempat dari orang-orang beriman adalah kesucian dalam hal seks, yakni mengendalikan diri dan menjauhi segala macam ketidakpatutan seksual. Ini berarti bahwa mereka menjaga diri dari kecabulan, dan hanya melakukan hubungan seks dengan isteri-isteri mereka dan budak-budak mereka saja, dan itu tidaklah di salahkan, ayat selanjutnya mengatakan :” Kecuali terhadap isteri-isteri mereka atau budak yang mereka miliki, Maka Sesungguhnya mereka dalam hal Ini tiada terceIa”.
          Dalam ayat ketujuh, Allah SWT berfirman :” Barangsiapa mencari yang di balik itu, Maka mereka Itulah orang-orang yang melampaui  batas”.
          Penggunaan frase’menjaga kemaluan mereka’dalam ayat ini merujuk pada kenyataan bahwa jika tidak ada kendali yang terus-menerus dan ketat terhadap kecenderungan-kecenderungan ke arah prilaku seksual yang salah, maka akan muncul bahaya di mana penyimpangan  dan ekses-ekses seksual akan menenggelamkan si individu bahkan masyarakat. Kata’isteri-isteri’ dalam ayat ini mencakup isteri permanen maupun isteri sementara ( Dalam perkawinan mut’ah ).
          Penggunaan frase ghayra maluumin ( mereka tidak dipersalahkan ), sangat mungkin merujuk pada gagasan keliru yang berlaku di kalangan orang-orang kristen yang menyimpang, yang mengatakan bahwa segala jenis hubungan seks bertentangan dengan harkat manusia dan bahwa menjauhinya secara mutlak adalah kebajikan. Mereka memandang setiap bentuk perkawinan sebagai bertentangan dengan usaha untuk mencapai realisasi spiritual sepenuhnya sedemikian rupa sehingga para pendeta Katolik, biarawan dan biarawati memperaktekkan kehidupan selibat ( membujang ) sepanjang hidupnya. Mereka menganggap perkawinan sebagai suatu hal yang berlawanan dengan derajat spiritual yang tinggi ( meskipun penolakan tersebut kebanyakan hanya bersifat lahiriah semata, di mana sekelompok dari mereka secara diam-diam atau rahasia justru berprilaku berbeda ).
          Orang tidak perlu diingatkan bahwa legalitas hubungan seksual dengan isteri dibatasi oleh beberapa kondisi tertentu seperti menstruasi dan semacamnya. Lebih jauh, legalitas hubungan seksual dengan budak-budak perempuan memiliki banyak syarat yang disebutkan dalam kitab-kitab fiqih. Dan perlu diingatkan juga bahwa dijaman sekarang ini perbudakan sudah dihapuskan, ayat di atas hanya menjelaskan jika masih ada perbudakan.
          Ayat berikutnya menjelaskan :” Dan orang-orang yang memelihara amanat-amanat (yang dipikulnya) dan janjinya”. Sifat lain yang menonjol dari orang-orang beriman adalah menjaga amanat dalam pengertiannya yang luas. Ini mencakup menepati janji dan sumpah, baik kepada sang pencipta maupun sesama manusia.
          Konsep luas amanat mencakupi juga amanat-amanat dari Allah SWT dan dari para nabi serta orang banyak pada umumnya. Masing-masing dari anugerah-anugerah Allah SWT adalah amanat-Nya. Agama yang benar, kitab-kitab langit, ajaran-ajaran dan perintah-perintah praktis dari para pemimpin jalan kebenaran, harta benda yang dimiliki, tanggung jawab yang dipikul, serta kedudukan sosial yang kita miliki, semuanya adalah amanat-Nya yang oleh orang-orang beriman senantiasa dijaga supaya tetap terpenuhi.
          Orang-orang beriman menjaga amanat-amanat ini ketika masih hidup dan ketika menjelang ajal, mereka mempercayakan amanat-amanat tersebut kepada generasi-generasi selanjutnya yang telah mereka didik untuk memelihara amanat-amanat tersebut.
          Makna umum dari konsep amanat dan janji juga bisa ditemukan dalam ayat-ayat lain dalam Al-Qur’an seperti dalam QS. An-Nahl ayat 91 :”Dan tepatilah perjanjian dengan Allah apabila kamu berjanji dan janganlah kamu membatalkan sumpah-sumpah(mu) itu, sesudah meneguhkannya, sedang kamu Telah menjadikan Allah sebagai saksimu (terhadap sumpah-sumpahmu itu). Sesungguhnya Allah mengetahui apa yang kamu perbuat”.
          Menariknya, dalam beberapa ayat Al-Qur’an kita menemukan bahwa frase’ pengembalian barang amanat’ dan ’ menghormati amanat ’ mencakup baik menjaga maupun mengembalikan kepada pemiliknya. Karena itu, jika kegagalan untuk melindungi sesuatu yang di pegang sebagai amanat mengakibatkan rusaknya sesuatu itu atau terjerumusnya ia ke dalam bahaya, maka orang yang mendapat amanat itu harus berusaha mengoreksinya ( jadi, terdapat tiga tugas yang harus dilakukan; mengembalikan, melindungi dan mengoreksi ). Bagaimanapun, bersikap setia kepada perjanjian, melindunginya dan mengembalikan barang titipan kepada pemiliknya adalah pondasi-pondasi penting sistem sosial manusia.
          Ciri dan sikap paling menonjol dari orang-orang beriman adalah hal yang pertama yang disebutkan dalam surah ini, yakni sikap mereka terhadap shalat, tatkala mengatakan bahwa orang-orang beriman adalah mereka yang khusyu’ dalam shalatnya, sikap ini lagi-lagi disebutkan pada ayat ke 9 :” Dan orang-orang yang memelihara shalatnya”. Dengan demikian, surah ini menekankan peran maupun pengaruh shalat, yang merupakan tanda  pentingnya. Dan ayat diatas , sebagai kekhususan terakhir orang-orang beriman. Adalah menarik bahwa sifat utama orang-orang beriman adalah khusyu’ dalam shalat dan sifat mereka yang terakhir adalah menjaga shalat. Sifat-sifat mereka diawali dengan shalat dan diakhiri dengan shalat pula, sebab shalat adalah tali hubungan yang paling penting antara Sang Pencipta dan manusia.
          Sholat merupakan pendidikan tertinggi menuju kesadaran jiwa dan hati serta menjamin bahwa pelakunya akan menjauhi dosa. Singkatnya, jika shalat menyatu dengan semua ritualnya, maka ia akan menjadi landsan yang pasti bagi semua kebaikan dan amal shaleh. Juga perlu disebutkan bahwa ayat pertama mengenai sifat-sifat orang beriman dan ayat ini berbeda satu sama lain dalam hal masalahnya. Itulah sebabnya, dalam ayat pertama kata ’shalat’ disebutkan dalam bentuk tunggal dan dalam ayat ini disebutkan dalam bentuk jamak. Ayat pertama merujuk pada kekhusyu’an dan sikap batin khusus yang merupakan roh shalat dan yang mempengaruhi keseluruhannya. Ayat yang disebutkan terakhir ini memfokuskan pada disiplin dan syarat-syarat pelaksanaan shalat, yang mencakup waktu,tempat dan jumlah shalat. Di sini , orang-orang beriman diseru agar menaati semua disiplin dan syarat yang diperlukan bagi seluruh shalat.
          Pada ayat 10 dan 11, Allah SWT menjelaskan bahwa mereka itu adalah para pewaris yang yang akan menempati surga-Nya, sebagaimana firman-Nya :” Mereka Itulah orang-orang yang akan mewarisi,(yakni) yang akan mewarisi syurga Firdaus. mereka kekal di dalamnya”.
          Istilah bahasa Arab,firdaus yang berarti kebun, adalah tempat terbaik di surga. Setelah menyebutkan sifat-sifat paling menonjol dari orang-orang beriman, Allah SWT berfirman bahwa nasib akhir mereka adalah menjadi pewaris-pewaris yang akan mewarisi surge dan tinggal di dalamnya untuk selamanya. Dalam hal ini istilah firdaus adalah kebun khusus yang di dalamnya semua nikmat dan anugerah terkumpul. Karena itu, ia bisa disebut ’surga yang tinggi’ yang merupakan kebun surga yang paling baik dan paling tinggi.
          Digunakannya kata’mewarisi’ mungkin menunjukkan bahwa orang-orang beriman akan mendapatkannya tanpa kesulitan, persis seperti orang yang mendapatkan harta warisan tanpa melalui kesulitan dan kerja keras. Tentu saja untuk mencapai tempat-tempat yang tinggi di surge diperlukan perbaikan diri, penyucian dan perjuangan. Tetapi imbalan besar yang diperoleh untuk itu menjadikan upaya-upaya ini tampak seolah-olah kecil, sehingga dapat dikatakan bahwa orang-orang beriman itu memperoleh surga Firdaus itu tanpa melalui kesulitan dan rasa sakit sedikit pun.

          Arti harfiah teks ayat menunjukkan bahwa kedudukan tinggi di surga ini dikhususkan bagi orang-orang beriman yang memiliki sifat-sifat tersebut di atas. Jadi, para penghuni surga yang lain menempati kedudukan yang lebih rendah.

<script async src="https://pagead2.googlesyndication.com/pagead/js/adsbygoogle.js?client=ca-pub-6303669560088871"crossorigin="anonymous"></script>

 


MAKNA KANDUNGAN SURAH AT-TIIN BAGIAN 2

C.    MEMAHAMI MAKNA KANDUNGAN QS. AT-TIIN ; 1 – 8

          Surah At-Tiin terdiri dari 8 ayat, termasuk golongan surah-surah Makiyyah yang di turunkan sesudah Surah Al-Buruuj. Nama At-Tiin diambil dari kata “At-Tiin” yang terdapat pada ayat pertama yang artinya buah Tiin.
          Ada empat sumpah penuh makna di permulaan Surah ini sebagai mukaddimah dari suatu pernyataan penting, ayat tersebut mengatakan :  Demi (buah) Tin dan (buah) Zaitun. Dan demi bukit Sinai.  Dan demi kota (Mekah) Ini yang aman.
         Kata Tiin, berarti buah Tin. Sedangkan Zaytun berarti buah Zaitun , buah yang merupakan salah satu sumber dari minyak yang bermanfaat.
         Sumpah-sumpah ini dirujukkan pada dua jenis buah-buahan  yang masyhur atau pada sesuatu yang lain. Ada banyak perbedaan pendapat dikalangan mufasir menyangkut kepastian maknanya.
            Sebagian mufasir mengatakan dengan tegas, mereka mengartikan dua buah ini sama-sama mengandung nutrisi yang luar biasa, atau merupakan sesuatu yang menjadi sarana-sarana kreatif. Sebagian mufasir lain percaya , kedua sebutan itu merujuk pada dua gunung yang diatasnya terletak dua kota, yaitu Damaskus ( tempat tinggal Nabi Nuh as ) dan Yerussalem ( Baitul Maqdis ). Karena kedua kota suci ini merupakan negeri-negeri yang telah banyak membangkitkan para nabi besar Allah. Dua sumpah ini bersesuaian dengan sumpah ketiga dan keempat yang merujuk pada negeri-negeri suci lainnya . sebagian mufasir lain mengatakan, bahwa dua gunung itu disebut Tiin dan Zaytun, karena pohon-pohon tin banyak tumbuh digunung satu dan pohon zaitun tubuh digunung yang lain.
            Lahiriyah ayat, dari pandangan sekilas , menunjuk pada dua buah terkenal dimaksud. Namun dengan lebih memperhatikan sumpah-sumpah selanjutnya, keduanya cenderung sesuai dengan makna dua gunung atau dua pusat suci yang dihargai tersebut.
            Ada hadits dari Rasulullah SAW yang menyatakan, bahwa Allah memilih empat kota diantara semua kota, dan Dia menyatakan dalam tiga ayat pertama itu tentang empat kota yang dimaksud : Demi (buah) Tiin dan (buah) Zaitun, Dan demi bukit Sinai,Dan demi kota (Mekah) Ini yang aman. Yakni Tiin adalah Madinah, zaytun adalah Yerussalem, Thurisinina adalah Kufah dan baladal amiin adalah Mekkah.
           Maksud penggunaan istilah thurisinina sebagaimana yang diterjemahkan oleh sejumlah mufasir, tampaknya adalah thurisina, yakni Bukit Sinai, yang disana ditemukan pohon zaitun yang lebat buahnya.
           Sinai ditafsirkan sebagi sebuah bukit yang penuh dengan karunia atau penuh pepohonan atau penuh keindahan. Ia adalah bukit yang sama di mana Nabi Musa as biasa mengunjunginya guna melakukan munajat-munajat kepada tuhannya.
           Hal lain yang dapat dipastikan dari ayat di atas, bahwa “kota yang aman ini” adalah Mekkah, sebuah negeri yang dikenal sebagai suatu kawasan yang aman di zaman kaum musyrik sekalipun. Karakter sucinya senantiasa dihormati dan tidak ada pertempuran yang boleh dilakukan dikawasan tersebut, bahkan juga pada para penjahat dan pembunuh, maka ketika mereka sampai di sana mereka akan aman sepenuhnya.
           Negeri ini dipandang penting, khususnya dalam Islam, demikian pentingnya sehingga binatang, pepohonan dan burung-burung yang tinggal di sana berada dalam keadaan aman sepenuhnya, lebih-lebih untuk manusia.
           Sekalipun kita mengembalikan dua sumpah ini tentang tiin dan zaytun pada pengertian umumnya yang pertama yakni ”buah tiin” dan ” buah zaitun”, keduanya merupakan sumpah-sumpah yang mengandung makna, karena buah tiin adalah makanan yang sangat baik dan penuh nutrisi, yang cocok bagi setiap orang dari segala usia, bebas dari kulit, batu atau zat-zat tambahan komersial lain.
             Para ahli ilmu gizi mengatakan, buah tiin dapat digunakan sebagai pemanis alamiah  bagi bayi-bayi. Para olahragawan dan juga mereka yang lemah atau jompo karena usia lanjut, bisa menjadikan buah tiin sebagai makanan.
             Konon, Plato sangat menyukai buah tiin sehingga sebagian orang menyebut buah tersebut sebagai sahabat para filosof. Socrates pun tahu bahwa buah tiin berfungsi sebagai penyerap terhadap bahan-bahan yang bermanfaat bagi tubuh dan juga berfungsi menyaring zat-zat yang berbahaya.
            Para saintis dan ahli ilmu gizi dari masa kemasa mengatakan, buah tiin itu penuh dengan berbagai vitamin dan gula. Ia bisa disebutkan sebagai buah penawar terhadap sejumlah penyakit, khususnya ketika buah tiin di campur dengan madu dalam komposisi seimbang dapat bermanfaat untuk menyembuhkan infeksi perut. Memakan buah tiin yang dikeringkan berguna untuk memperkuat ingatan. Ringkasnya, karena memiliki banyak unsur mineral yang menyebabkan keseimbangan pada fungsi ragawi dan darah, buah tiin dikelompokkan sebagai suatu makanan  yang tepat bagi semua orang dan usia dan kondisi apapun.
             Adapun , buah zaitun para pakar makanan dan sebagian ilmuan yang telah menghabiskan sebagian besar kehidupan mereka dengan mempelajari berbagai karakteristik buah-buahan, menganggap bahwa buah zaitun dan minyaknya memiliki kandungan zat yang luar biasa. Mereka percaya bahwa orang-orang yang ingin senantiasa sehat hendaklah menggunakannya.
             Minyak zaitun adalah kawan dekat hati manusia. Selain itu, untuk menyembuhkan kesulitan-kesulitan ginjal, hepatitis dan untuk menyembuhkan sembelit, minyak zaitun terbukti berguna efektif. Minyak zaitun juga mengandung aneka macam vitamin, zat fosfor, sulfur, kalsium, zat besi, potasium dan mangan. Dengan demikian fungsi dari buah tiin dan buah zaitun sangat bermanfaat bagi kehidupan manusia, maka sangat pantas sekali Allah SWT, bersumpah atas nama dua buah ini.
            Setelah menyebutkan empat masalah siginifikan ini, ayat selanjutnya merujuk pada apa sumpah itu ditujukan, yakni :” Sesungguhnya kami Telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya” .
            Istilah taqwim berarti membentuk sesuatu menjadi sebuah rupa yang tepat dalam sebuah aturan yang seimbang. Keluasan dari pengertian ini merujuk pada suatu fakta bahwa Allah SWT telah menciptakan manusia secara proposional dari segala asfek, baik secara ragawi maupun secara spritual dan rasional. Karena Allah SWT telah menetapkan semua kekuatan pada manusia dan menyiapkannya secara tepat untuk melindungi diri dalam mengarungi jalan besar menuju perkembangan tertentu. Sekalipun manusia adalah ”microkosmos”, Tuhan telah menata ”makrokosmos” dalam dirinya dan telah mengangkatnya pada posisi yang tinggi seperti yang dikemukakan dalam QS. Al-isra ayat 70 :”Dan Sesungguhnya Telah kami muliakan anak-anak Adam, kami angkut mereka di daratan dan di lautan, kami beri mereka rezki dari yang baik-baik dan kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang Sempurna atas kebanyakan makhluk yang Telah kami ciptakan”. Begitu pula dengan penciptaannya, seperti firman Allah SWT :”  Kemudian air mani itu kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu kami jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu kami bungkus dengan daging. Kemudian kami jadikan dia makhluk yang (berbentuk) lain. Maka Maha sucilah Allah, Pencipta yang paling baik”. ( QS. Al-Mu’minuun : 14 ).
           Namun, jika seorang manusia, dengan semua keistemewaan yang dimilikinya itu, menyeleweng dari jalan kebenaran maka ia kan jatuh sedemikian dalam ke ” tempat yang serendah-rendahnya (neraka)”, dan akan diturunkan pada posisi yang paling rendah. Itulah sebabnya, dalam ayat ke 5 dikatakan,” Kemudian kami kembalikan dia ke tempat yang serendah-rendahnya (neraka)”.
            Seperti diketahui, selalu ada lembah-lembah dalam di samping gunung-gunung yang tinggi. Demikian pula disamping kedudukan mulia manusia sebagai khalifah Allah SWT, ada pula kedudukan rendah yang menyedihkan. Mengapa tidak ? apabila manusia menggunakan kekuatannya secara benar dan mengikuti hukum-hukum Allah SWT, ia akan mencapai nasib yang tinggi dan mulia yang memang dimaksudkan untuknya. Namun, jika ia memberontak terhadap Allah SWT dan menggunakan semua potensi dan kemampuannya mengikuti keburukan, maka ia akan jatuh kepada posisi yang rendah, bahkan lebih rendah ketimbang binatang buas. Hal itu tidak akan terjadi apabila manusia itu taat kepada Allah SWT, sehingga Allah SWT mengecualikannya dalam ayat berikutnya :” Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh; Maka bagi mereka pahala yang tiada putus-putusnya”.
           Istilah mamnun yang didasarkan pada kata man di sini, arti adalah ” terputus atau kekurangan”. Dengan demikian, istilah ghairu mamnun diterjemahkan sebagai ” suatu ganjaran yang tiada terputus tanpa adanya kekurangan”. Yang dimaksud mendapat ganjaran yang tak putus-putusnya tersebut diberikan kepada manusia yang senantiasa beriman kepada Allah SWT, yang diiringinya dengan mengerjakan segala amal shaleh, baik dalam beribadah kepada Allah SWT, maupun berbuat baik terhadap sesamanya atau pun lingkungannya.
          Ayat selanjutnya , yang dialamatkan kepada manusia yang tidak bersyukur, yang ceroboh dalam hal tanda-tanda dan bukti-bukti hari kebangkitan, diungkapkan dalam ayat :” Maka apakah yang menyebabkan kamu mendustakan (hari) pembalasan sesudah (adanya keterangan-keterangan) itu” ?. Pada alam semesta yang fana ini mengisyaratkan bahwa kehidupan didunia ini bukanlah tujuan final dari penciptaan, masih ada lagi alam yang akan kita jumpai, yakni alam akhirat kekal abadi, semua itu hanya merupakan mukaddimah bagi dunia yang lebih luas dan sempurna serta kekal abadi. Hal seperti itulah yang didustakan sebagian manusia, karena ingkarnya mereka kepada Allah SWT.
             Sebagai contoh, setiap tahun tanaman di alam ini dan di hadapan mata kita diperbaharui dan mengingatkan kita akan fenomena kematian dan kelahiran kembali, begitu secara berulang-ulang. Setiap tahap yang tiada putus-putusnya selama masa pertumbuhan janin misalnya, dihitung sebagai suatu kebangkitan dan kehidupan baru. Tapi yang mengherankan, bagaimana bisa manusia mengingkari hari perhitungan itu ? padahal Allah SWT telah mengutus para nabi dan rasul-Nya untuk memberikan penjelasan dan keterangan-keterangan tentang kehidupan yang akan datang yakni hari kemudian ( hari akhirat ). Sehingga menjadi jelas pula, makna objektif dari kata diin di sini bukanlah ”agama”, tetapi ”hari pembalasan”. Ayat selanjutnya memperkuat pandangan ini.”Bukankah Allah hakim yang seadil-adilnya”?. Dialah Allah yang akan memberikan balasan yang seadil-adilnya terhadap apa yang telah dilakukan manusia, apakah itu perbuatan baik ataukah perbuatan jahat, semuanya akan mendapatkan balasan yang seadil-adilnya.
Inti sari Akhlaq Mulia surah At-tiin yang dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
Ayat pertama surat  ini menjelaskan tentang buah tiin dan buah zaitun.
1.      Demi (buah) Tin dan (buah) Zaitun.
            Yang dimaksud dengan Tiin oleh sebagian ahli tafsir ialah tempat tinggal Nabi Nuh, Yaitu Damaskus yang banyak pohon Tiin; dan zaitun ialah Baitul Maqdis yang banyak tumbuh Zaitun. Namun hal ini belum membimbing pikiran kita untuk mendapatkan penjelasan yang dapat diterapkan  manusia sehari – hari. Bila Tiin dan zaitun sebagai  nama kota, tentu sulit bagi kita untuk mendapatkan petunjuk darinya. Tiin adalah buah yang padat yang bisa dimakan oleh manusia, berfungsi untuk mengenyangkan perut. Ini adalah fakta bahwa buah tiin adalah buah padat yang berfungsi sebagai makanan. Sedangkan zaitun lebih dikenal sebagai buah penghasil minyak, minyak adalah cairan. Cairan adalah minuman yang dibutuhkan oleh manusia. Kalau begitu  zaitun adalah lambang minuman.
            Sehingga kita mendapatkan makna dari ayat pertama ini adalah demi Tiin dan buah zaitun, demi makanan dan minuman.  Karena dua hal ini adalah kebutuhan paling utama bagi manusia untuk dapat hidup dimuka bumi. Maka Allah memberikan penjelasan kepada manusia tentang dua hal yang paling penting bagi dirinya untuk dapat bertahan hidup dan berperan sebagai khalifatullah. Tak mungkin kita berperan bila tak hidup. Maka hidup itu adalah syarat utama untuk bisa berperan.
Ayat kedua dari surat ini berbunyi
2.      Dan demi bukit Thursina
            Bukit thursina ada di sinai sana, lalu bagaimana hubungannya dengan ayat pertama tadi?. Tentu saja manusia setelah mendapatkan makanan dan minuman maka ia akan beribadah sebagai prilaku dirinya yang mengabdi hanya kepada Allah. Thursina adalah bukit, lambang sebuah kekuatan. Tentu manusia kuat dan tegak bila sudah makan dan minum. Tegaknya diri kita dalam beribadah kepada Allah adalah lambang thursina. Maka dapat kita ilustrasikan dalam tabel adalah sebagai berikut.
Buah Tiin
Buah Zaitun
Bukit Thursina
Makanan
Minuman
Sehat dan Beribadah
            Dengan demikian ayat 1 -2 surat ini benar –benar menjelaskan masalah yang sangat penting bagi manusia yaitu apa yang dimakan, apa yang diminum adalah dalam rangka untuk beribadah kepada Allah. Makanan dan minuman yang kita konsumsi akan menghasilkan tenaga atau energi. Energi yang kita dapatkan inilah yang akan kita pergunakan untuk berperan dan beribadah dalam segala segi kehidupan.
Ayat ke tiga ini kemudian menjelaskan tentang negeri yang aman.
3.      Dan demi kota (Mekah) ini yang aman
            Mengapa pada ayat ke-3 ini Allah tiba – tiba menjelaskan suatu negeri yang aman. Negeri yang aman itu tentu saja adalah suatu negeri yang didalamnya terdapat kedamaian. Tidak ada pergolakan yang menghacurkan  negeri. Maka syarat untuk menjadikan sebuah negeri yang aman adalah dengan menyediakan Makanan dan minuman bagi masyarakatnya dan semua masyarakatnya beribadah kepada Allah sebagai rasa syukur atas makanan dan minuman yang diberikan-Nya.
            Negeri yang aman  adalah  negeri yang cukup makanan dan minumannya dan semuanya dari pejabat hingga rakyat beribadah kepada Allah SWT. Inilah jaminan Allah pada manusia bila ingin negerinya menjadi aman dan sentosa.
            Berbicara tentang negeri yang aman, didalam ilmu kenegaraan juga dikenal tentang ilmu Leadership, management dan administrasi. Semua orang yang paham negara pasti memahami bahwa untuk menciptakan sistem negara yang aman maka didalam negara tersebut harus berlangsung satu sistem Leadership, Management dan Administrasi yang baik.
           Artinya sebuah negara akan aman dan sejahtera bila berlangsung kepemimpinan yang baik, management yang efektif dan administrasi yang sistematis. Hal ini berlaku secara global diberbagai negara. Kekacauan juga akan terjadi bila didalam suatu negara tidak terjadinya interaksi dan interelasi ketiga hal ini dengan baik.
            Bila proyeksi sebuah negara di kaitkan dengan diri kita yang juga merupakan gabungan berbagai system seperti layaknya sebuah negeri. Maka hal ini bisa dikaitkan dengan berbagai kemampuan pada diri kita yang dapat membuat diri kita aman lahir dan bathin, contohnya adalah kemampuan mendengar dan melihat akan menghasilkan bicara yang benar.
Buah Tiin
Buah Zaitun
Bukit Thursina
MELIHAT
MENDENGAR
BICARA

            Bicara yang benar dan berkualitas tentu dihasilkan dari sumber yang baik, yaitu pendengaran dan penglihatan yang baik pula. Data dari penglihatan dan pendengaran inilah yang kemudian diolah mejadi kualitas bicara yang baik. Tak mungkin seseorang berbicara dengan baik bila tidak memiliki data dari apa yang dilihat dan dengar . Bila dikaitkan dengan lingkup masyarakat terkecil yaitu keluarga kita, maka konsep ini akan menjelma menjadi berikut
  Buah Tiin
Buah Zaitun
Bukit Thursina
Ibu yang baik
Bapak yang baik 
Anak yang baik
Keluarga yang baik adalah ibarat negeri yang baik, maka syarat bagi keluarga yang aman adalah ada Bapak dan Ibu yang baik dan akan menghasilkan anak yang baik. Didalam hadits juga dikatakan bahwa setiap anak adam akan mati maka terputuslah semua amalnya kecuali tiga hal yaitu Shadaqah / jariyah, ilmu yang bermanfaat dan anak yang shaleh. Bila kita ingin aman dari siksa naar maka lakukanlah tiga hal yaitu :
Buah Tiin
Buah Zaitun
Bukit Thursina
Shadaqah 
Ilmu yang berguna  
Anak yang shaleh

            Maka semakin jelaslah bagi kita bahwa tafsir Al-Qur’an itu haruslah bersifat universal dan mencerdaskan serta aplikatif dapat dilakukan oleh setiap manusia. Dari satu ayat yang sederhana itu saja kita mendapatkan makna yang begitu mendalam.
            Pada hakikatnya setiap manusia ingin memiliki diri yang aman. Aman dari kehidupan dunia dan akhirat, oleh sebab itu  Allah memberikan jawabannya melalui surat ini juga yang dihubungkan dengan Baitullah. Baitullah adalah hadapan dan cerminan kepribadian kita yang setiap hari kesanalah keperibadian diri ini kita hadapkan. Seperti termaktub dalam surat Al Baqarah ayat 149.
Artinya :”dan dari mana saja kamu keluar (datang), Maka Palingkanlah wajahmu ke arah Masjidil haram, Sesungguhnya ketentuan itu benar-benar sesuatu yang hak dari Tuhanmu. dan Allah sekali-kali tidak lengah dari apa yang kamu kerjakan.
            Baitullah memiliki tiga simbol yang sangat kuat dan menjadi hadapan manusia untuk mengidentifikasikan diri kedalam kepribadian Baitullah. Yaitu Hajar Aswad, Maqam Ibrahim, dan  Hijir Ismail.  Ketiga hal ini mewakili tiga simbol kebaikan yang harus dimiliki manusia bila ingin hidup ini aman dan  damai. Bila kita ilustrasikan akan terlihat seperti dibawah ini :
Buah Tiin
Buah Zaitun
Bukit Thursina
Hajar aswad 
Maqam Ibrahim  
Hijir Ismail 
Al Qur’an
Shalat
Zakat

            Diri ini akan aman apabila kita mau untuk membaca dan mempelajari Al -Qur’an, menegakkan shalat dan suka untuk berzakat. Hal ini yang akan mengamankan diri kita dari azab dunia dan akhirat. Berbahagialah  manusia yang gemar membaca dan mengkaji AlQur’an, menegakkan shalat dan suka berzakat. Inilah diri yang aman yang memiliki tiga hal paling penting dalam hidup manusia.
Di dalam kitab Ruhul Ma’ani disebutkan yag dimaksud dengan negeri yang aman adalah negeri Mekkah. Sebagaimana Hadits Marfu’:
هُوَ  مَكَاَنَ اْلبَيْتَ الَّذِى هُوَ هُدًى لِلْعَالَمِيْنَ وَمَوْلُوْدُ رَسُوْلُ الله صَلَّى اللهِ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ومَبْعَثُــهُ
Artinya: yaitu sebuah tempat tinggal (Baitullah) dia sebagai petunjuk bagi sekalian alam dan Mekkah adalah tempat lahirnya Rasulullah saw dan di utusnya.
Ayat selanjutnya Allah menegaskan tentang sempurnanya diri manusia.
4. Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik- baiknya
Maka sebaik – baiknya diri manusia adalah yang memiliki tiga kriteria di atas yang telah dijelaskan dengan gamblang . inilah diri manusia yang sebaik – baiknya ciptaan dari Allah SWT, paling tidak bila diilustrasikan akan berbentuk sebagai berikut :
Qs At Tiin
Perangkat diri
Amal manusia
Baitullah Concept
Organisasi
Perangkat indra
Keluarga
Tiin
Indra
Shadaqah
Al Qur’an
Management
Mata
Ibu
Zaitun
Otak
Ilmu bermanfaat
Shalat
Leadership
Telinga
Bapak
Thursina
Hati
Anak shaleh
Zakat
Administrasi
Mulut
Anak

Sebaik-baiknya manusia ialah yang memiliki berbagai hal di atas yang telah dijelaskan dari surat At Tiin ini. Maka apabila manusia tidak menggunakan konsep yang yang telah sedemikian bagusnya bagi kelangsungan fitrah dirinya. Jatuhlah manusia kemudian menjadi makhluk yang paling hina. Menjadi asfal…manusia dibawah yang diseret – seret oleh budaya dan peradaban. Menjadi aspal hitam yang dilindas oleh kendaraan dunia karena mengingkari kebenaran yang nyata yang datangnya dari Allah Swt.
Menurut di dalam kitab Ruhul Ma’ani disebutkan yang di kehendaki dengan ayat diatas adalah jenis manusia yang mengandung arti orang yang mukmin bukan dikhususkan dengan orang kafir .
5. Kemudian Kami kembalikan Dia ke tempat yang serendah-rendahnya (neraka),
            Manusia menjadi mahkluk yang rendah karena tidak menggunakan perangkat Tiin, zaitun dan Thursina yang telah kita kaji di atas.
Ayat selanjutnya mengingatkan manusia untuk bertobat dan kembali menjalankan perintah Allah.
1.        Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh; Maka bagi mereka pahala yang tiada putus-putusnya.

            Yaitu orang–orang yang dengan konsep di atas terus menerus melakukan perbaikan dengan perbaikan bagi dirinya sehingga dia akan mendapatkan dirinya selalu berkembang dan berkualitas dari waktu ke waktu .
7.        Maka Apakah yang menyebabkan kamu mendustakan (hari) pembalasan sesudah (adanya keterangan-keterangan) itu?

Maka jangan lagi kita berdusta setelah mengetahui konsep ini ( diin ), bila kita dustai maka Allah mengadili diri kita dengan seadil–adilnya atas kelalaian diri kita menyia–yiakan diri yang hebat dan penuh sarwa nilai ini.
8.   Bukankah Allah hakim yang seadil-adilnya?
Mari kita perhatikan lagi diri kita dari konsep tiin, zaitun dan thursina ini, apakah diri kita ini telah memiliki kriteria sebagai manusia yang sempurna seperti Allah menyempurnakan diri kita ? kesempurnaan diri kita ini akan lengkap bila kita punya kemauan yang keras untuk tiga hal yaitu :
1.        Membaca dan Mengkaji Al Qur’an
2.        Menegakkan Shalat
3.        Dan suka menolong orang lain.

            Inilah yang akan mengamankan diri kita dari prahara dunia, dan ketiga hal ini jugalah yang memproyeksikan diri manusia yang sempurna,  Insana Fii Ahsani Taqwim. Bila tiga hal ini diabaikan  maka siap–siaplah untuk menjadi orang yang paling buruk dan  menjadi aspal, dipengaruhi budaya dan peradaban artinya tidak fitrah.  

<script async src="https://pagead2.googlesyndication.com/pagead/js/adsbygoogle.js?client=ca-pub-6303669560088871"crossorigin="anonymous"></script>

 



SURGA FIRDAUS IMPIAN ORANG BERIMAN

                                                             SURGA FIRDAUS      Setiap muslim pasti ingin masuk kedalam surga dan mereka b...