Selasa, 18 Oktober 2022

MEMAHAMI KANDUNGAN QS. AL-BAQARAH AYAT 185 TENTANG FUNGSI TURUNNYA AL-QUR’AN

 

شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِيَ أُنزِلَ فِيهِ الْقُرْآنُ هُدًى لِّلنَّاسِ وَبَيِّنَاتٍ مِّنَ الْهُدَى وَالْفُرْقَانِ فَمَن شَهِدَ مِنكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ وَمَن كَانَ مَرِيضاً أَوْ عَلَى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِّنْ أَيَّامٍ أُخَرَ يُرِيدُ اللّهُ بِكُمُ الْيُسْرَ وَلاَ يُرِيدُ بِكُمُ الْعُسْرَ وَلِتُكْمِلُواْ الْعِدَّةَ وَلِتُكَبِّرُواْ اللّهَ عَلَى مَا هَدَاكُمْ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ -١٨٥-

 Artinya: (Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al-Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil). karena itu, Barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, Maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu, dan Barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), Maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur.

 


Ramadhan adalah bulan ke-sembilan tahun Hijriyah yang sangat dirindukan dan didambakan oleh seluruh ummat manusia di muka bumi, khususnya orang-orang Islam karena didalamnya ada peristiwa yang sangat penting pada bulan tersebut, yaitu turunnya Al-Qur’an sebagai hadiah jiwa yang berisi petunjuk hidup untuk manusia.Di bulan tersebut setiap masjid, surau / langgar banyak orang melakukan shalat tarawih dan melakukan tadarus Al-Qur’an pada malam hari. Pada siang hari melaksanakan kegiatan shaum, serta pada malam hari nampak suasana semarak dengan hiasan penerangan lampu dan pernak-pernik yang meliputinya.      Kadang-kadang itulah yang diperjuangkan oleh kebanyakan orang, dengan melakukan perayaan-perayaan yang sifatnya ritual (srimonial) tanpa makna, setiap Ramadhan tiba tumbuh para pedagang dan banyak pembeli untuk mempersiapkan diri menyambut lebaran hanya untuk memenuhi kebutuhan perut, kenikmatan dan kebanggaan, bahkan ada sekolah-sekolah diliburkan tanpa kegiatan .

Menjelang akhir Ramadhan kebanyakan orang kesannya hanya bayar zakat fitrah dan semua serba baru terutama pakaian dan makanan enak. Peristiwa ini terulang-ulang setiap tahunnya dengan begitu besar biaya baik materi maupun non materi yang dilakukan dari nenek moyang kita, orang tua kita bahkan sampai dengan kita sekarang hampir-hampir tanpa meninggalkan  makna yang seharusnya membekas dalam jiwa.

Sebagai generasi muda bangsa harus mempunyai tekad untuk terus belajar dan membentuk konsep masa depan dengan Al-Qur’an yang sudah terpola rasa, pikiran dan tindakannya yang pasti nyata kebenarannya.

      Untuk lebih jelasnya pasang mata dan telinga kita memahami makna yang bernilai didalamnya kecerdasan serta  dengan lapang hati,

         Dari konteks ayat tersebut dimana semua umat muslim mengetahui bahwa bulan Ramadhan adalah bulan diturunkannya Al-Qur’an yang menjadi petunjuk, penerang dan pembeda bagi orang-orang beriman.

      Berdasarkan terminology bahasa Arab, Al-Qur’an berasal dari kata “Qara’a” yang artinya membaca. Bila kita membaca, secara esensi sebenarnya yang dibaca hanya 2 (dua) yaitu huruf dan angka. Hal ini adalah pengalaman hidup setiap manusia bahwa apapun yang dilihatnya dan diteliti sebenarnya hanya terdiri dari dua hal yaitu huruf dan angka.

Bila membaca kakata “guru” maka terbayang di benak kitasejumlah huruf g, u, r, u menjadi sebuah rangkaian kata yang bermakna sekaligus jumlah guru yang dilihat, misalnya 1 orang atau 2 orang. Begitu juga ketika melihat ruang kelas, maka akan terbayang di dalamnya ada murid, kursi dan meja belajar yang merupakan gabungan huruf-huruf, sedangkan kondisi ruang kelas berhubungan dengan jumlah murid dengan kursi dan meja belajarnya.

      Apabila kita membaca huruf, maka akan mendapatkan sosok dan apabila membaca angka, maka akan mendapatkan jumlah.  Kalau membaca sebuah ayat dalam Al-Quran, maka yang terlebih dahulu dibaca adalah kumpulan huruf yang membentuk satu kalimat, setelah selesai membaca ayat tersebut baru menemukan angka yang merupakan nomor ayat.

Contoh sederhana,  ketika  masih kanak-kanak, kita disuruh atau diajarkan membaca sejumlah huruf dan membaca sejumlah  angka. Namun kebanyakan manusia setelah membaca angka dia justeru stagnasi sebagai mesin penghitung, menjadi penikmat berhitung-hitung untung dan rugi, yaitu suka dalam hal mengali dan menambah dan tidak suka untuk membagi karena dianggapnya rugi. Maka Al-Qur’an diturunkan Allah bagi manusia , agar manusia mampu  membaca huruf dan angka dengan kata lain mamapu membaca seluruh isi alam semesta.
Al-Qur’an adalah pedoman hidup bagi manusia untuk menuntun perilaku hidup agar selamat di dunia dan akhirat.  Di Dalam Al-Quran mengandung petunjuk  yaitu pengetahuan yang mengarahkan kejalan yang benar, penjelasan  yaitu rincian

tentang pentunjuk tersebut, dan pembeda  yaitu kemampuan membedakan tujuan yang benar atau yang salah.

            Al-Qur’an adalah petunjuk sekaligus penjelasan mengenai petunjuk tersebut. Dari ayat diatas, Al-Qur’an diturunkan pada bulan Ramadhan. Agar dapat mencapai kualitas Al-Qur’an sebagai Hudan adalah ketika keadaan bathin kita Syahru Ramadhan, dimana ramadhan berasal dari kata ÙB yang artinya membakar.   Kita melakukan shaum di bulan ramadhan, bulan pembakaran, yang dibakar tentunya adalah  segala sifat buruk dan prilaku hidup kita yang tidak benar misal nya malas, iri, dengki, permusuhan dsb,  dengan demikian akan terbentuk suasana jiwa ramadhan yaitu kesiapan hati untuk menerima bimbingan langsung dari Allah Swt.  Dalam situasi Shaum, di mana pada saat itu kita dapat menahan dan mengendalikan kebutuhan yang cenderung dapat menguasai diri. Pengendalian itu sesungguhnya hendak menempatkan kembali kebutuhan sebagai support atau pendukung hidup, di samping  mengukuhkan kembali fungsi hidup manusia sebagai seorang Khalifah.

Memang, semua orang yang hidup harus makan, tapi apa yang dimakan, cara memperolehnya dan bagaimana menikmatinya pasti berbeda-beda. Ini menunjukkan bahwa perbedaan antara manusia yang satu dengan lainnya bukan sekedar apa yang dibutuhkannya tapi apa yang terjadi di dalam dirinya yang telah mendorongnya untuk memilih suatu kebutuhan dan juga cara memperolehnya. Perbedaan-perbedaan inilah yang telah menciptakan berbagai fenomena kehidupan. Maka Al-Qur’an, mendorong agar manusia menggunakan potensi-potensi penting dalam dirinya karena Al-Qur’an akan memperbaiki dan mengoptimalkan otak manusia, seperti mengajak manusia berpikir logis dan menggunakan hati nurani secara tepat, menggunakan aqal untuk melakukan pertimbangan, memperhatikan agar memilih informasi-informasi yang bermanfaat, mendukung manusia untuk menuntut ilmu serta penegasan pentingnya hubungan yang harmonis antar manusia. Tidak satupun potensi hidup manusia diabaikan dan dibunuh, tapi semua harus diletakkan pada tempatnya dan dikendalikan kepada tujuannya, yaitu Allah.

Tanggung jawab hidup manusia tidak hanya sekedar untuk dirinya sendiri, tapi juga bertanggung jawab terhadap keseimbangan dan keharmonisan interaksi dengan luar dirinya. Jadi, siapapun yang menempatkan Al-Qur’an sebagai Hudan, maka akan sanggup mengatur dan mengendalikan dirinya dalam rangka keseimbangan serta keharmonisan interaksi dengan luar dirinya dalam memenuhi kebutuhan-hidupnya. Al-Qur’an hudalinnaas, petunjuk bagi manusia, petunjuk untuk mencapai Al Haq.

 Apabila setiap hari senantiasa membaca dan mempelajari Al-Qur’an, maka akan terbentuk 3 kemampuan yaitu:


1.  Hudan,      dia akan selalu mendapatkan petunjuk jawaban serta penyelesaian  dari seluruh               permasalahan   hidupnya.

     2.  Bayyinati minal huda, dia akan mendapatkan kemampuan berfikir yang jelas dan wawasan                   dalam menjalani hidupnya.

      3. Furqan,    dia akan memiliki kemampuan membedakan untuk memilah dan  memilih mana                  yang  benar atau salah dalam hidupnya.

        Tentulah manusia mempunyai kebutuhan untuk mempertahankan hidupnya. Manusia juga mempunyai kemampuan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dan menjawab tantangan hidup yang dihadapinya. Hidup mendorong manusia melakukan sesuatu, beraktifitas, bergerak bahkan mempertahankannya. Dorongan ini kadang begitu kuatnya sehingga yang diperlukan adalah keyakinan terhadap kebenaran bukan selalu membenarkan  kebiasaan Seperti kelaparan yang hanya butuh makanan, tidak peduli makanan itu baik atau tidak, pokoknya cukup yakin dan percaya.

Kebutuhan perut dan kebutuhan seks telah menjadi realita kehidupan sehari-hari. Penderitaan dan kesengsaraan mengancam kehidupan manusia bila kebutuhan tersebut tidak terpenuhi. Keadaan ini akhirnya menciptakan rasa tidak aman. Kesimpulan terbalik dari kenyataan ini bahwa hidup manusia akan aman dan tenang bila kebutuhan tersebut dapat terpenuhi. Hal inilah yang telah menyebabkan terjadinya berbagai hal yang amat ironis dalam kehidupan manusia, di mana terjadi pertikaian, pertengkaran, kekerasan bahkan pembunuhan hanya agar dapat kebutuhannya terpenuhi.

      Di akhir ayat tersebut terdapat perkataan tasykurun atau orang-orang yang bersyukur, apakah syukur itu?

 Berikut adalah tanda-tanda orang bersyukur

TANDA

ARTI

CONTOH

رضا

Tanpa Keluh Kesah

Cobaan apapun yang menimpa kita baik itu kesusahan ataupun kesenangan kita menjalaninya dengan lapang dada dan tidak selalu mencari hikmah dan  nilai dari apa yang terjadi.

صبر

Tanpa Batas

Apabila mendapatkan cemoohan atau kritikan dari siapa saja hendaknya jangan bersikap reaktif dan emosional.

اخلاص

Tanpa Beban

Apapun tugas yang didapat baik dari guru maupun orang tua selalu diselesaikan dengan rasa tanggung jawab.

 








Rounded Rectangle: Al-Qur’an turun dibulan Ramadhan ,Karena ada Shaum(puasa), yaitu pada orang yang mampu mengendalikan masalah dibawah leher (ke-butuhan akan   jantung yaitu segala peng-hormatan/kebanggaan, kebutuhan perut dan sex (kenikmatan).Artinya Al-Qur’an akan turun mudah (pemahaman) pada orang yang mau berpikir setiap hari mengutamakan isi kepala dengan Al-Qur’an, yaitu :
“ONE DAY ONE JUZZ”
(SATU HARI MEMBACA SATU JUZZ)


                                                               Lebih Dekat Dengan Ayat

          Di dalam Q.S. Al-Baqarah ayat 185 disebutkan bahwa bulan ramadhan adalah bulan diturunkannya Al-Qur’an sehingga ada sebagian orang yang menyebutnya Syahrul Qur’an. Yaitu Al-Qur’an yang 30 juz itu diturunkan sekaligus dari lauh mahfuzh ke baitul ‘izzah di langit dunia. Dan kemudian selama kurun waktu 23 tahun (selama masa kenabian) diturunkan secara berangsur-angsur. Lalu untuk apakah Allah Swt menurunkan Al-Qur’an? Al-Qur’an diturunkan agar dijadikan sebagai petunjuk dan pedoman hidup bagi kaum muslimin dalam menghadapi berbagai situasi agar bisa selamat di dunia dan akhirat. Namun demikian, ayat-ayat tersebut memang diturunkan berangsur-angsur dalam berbagai situasi dan waktu yang berbeda-beda sesuai dengan kebutuhan-kebutuhan yang ada. Dan ayat-ayat yang pertama diturunkan adalah QS. Al ‘Alaq :1-5 ketika Rasulullah sedang bertahannuts (menyepi) di gua hira.

Sebab Turunnya (Asbabun Nuzul) Q.S. Al Baqarah : 185

Secara umum Surat Al-Baqarah diturunkan pada tahun pertama Hijrah. Kebanyakan ayatnya berisi teguran kepada orang-orang Yahudi yang mengalang-halangi kemajuan Islam, dan selebihnya menetapkan beberapa ketentuan hukum, seperti perubahan kiblat, kewajiban puasa, haji dan lain-lain. Dalam hal ini Q.S. Al-Baqarah : 185 diturunkan untuk memuliakan bulan ramadhan dari bulan-bulan lainnya.

  Frasa awal ayat ini menjelaskan, bahwa Al-Qur’anul Karim telah diturunkan Allah Swt. pada bulan Ramadhan. Dalam ayat lain Al-Qur’an diturunkan pada malam kemuliaan (Lailatul Qadar) dan pada malam yang diberkati (Lailatul Mubarokah). Al-Qur’an telah menyatakan hal ini dengan sangat jelas:

 إِنَّا أَنزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةٍ مُّبَارَكَةٍ إِنَّا كُنَّا مُنذِرِينَ -٣-

Artinya: Sesungguhnya Kami menurunkannya pada suatu malam yang diberkahi. (Q.S. Ad Dukhan : 3).

لَيْلَةُ الْقَدْرِ خَيْرٌ مِّنْ أَلْفِ شَهْرٍ -٣-

Artinya: Sesungguhnya Kami telah menurunkannya pada Malam Kemuliaan (Lailatul Qadar). (Q.S. Al Qadr : 1).

Ali Ash Shabuni menyatakan bahwa yang dimaksud dengan Layl Mubârakah (malam yang diberkahi) adalah malam yang sangat agung dan mulia, yaitu Lailatul Qadar, yang terdapat pada bulan yang penuh berkah (bulan Ramadhan). Hal senada dinyatakan oleh Ibn Jauzi.

Lailatul Qadar juga disebut sebagai malam yang penuh keberkahan, karena pada malam itu Allah Swt. menurunkan kepada hamba-Nya (Nabi Muhammad) Al Qur’anul Karim yang di dalamnya berisi keberkahan, kebaikan, dan pahala.

            Imam Qurthubi mengatakan, bahwa tafsir dari firman Allah Swt. hudan li an nas wa bayyinat min al-huda wa al-furqan  adalah sebagai berikut:

Hudan dibaca nashab karena ia berkedudukan sebagai hâl dari Al-Qur’an. Susunan kalimat semacam ini bermakna hâdiyan lahum(petunjuk untuk mereka). Frasa wa bayyinât berkedudukan sebagai ‘athaf ‘alayh.Al-hudâ sendiri bermakna al-irsyâd wa al-bayân (petunjuk dan penjelasan). Maknanya, Al-Quran secara keseluruhan baik ayat-ayat muhkâmmutasyâbihât, maupun nâsikh dan mansûkh jika dikaji dan diteliti secara mendalam, akan menghasilkan hukum halal dan haram, nasihat-nasihat, serta hukum-hukum yang penuh hikmah. Adapun al-furqân bermakna mâ farraqa bayn al haq wa al-bâthil” (hal yang bisa memisahkan antara yang haq dan yang batil).

            Frasa hudan li an-nâs juga bermakna rasyâdan li an-nâs ilâ sabîl al-haq wa qashd al manhaj (petunjuk kepada umat manusia menuju jalan kebenaran dan metode yang lurus); bayyinât min al hudâ bermakna wâdhihât min al hudâ (petunjuk-petunjuk yang sangat jelas), artinya bagian dari petunjuk yang menjelaskan tentang hudûd Allah, farâ’idh-Nya, serta halal dan haram-Nya; al furqân bermakna al fashl bayn al haq wa al bâthil (pemisah antara kebenaran dan kebathilan). Makna semacam ini sejalan dengan hadis yang diriwayatkan dari Al Suddi (yang artinya), “Maksud dari firman Allah Swt. wa bayyinât min al hudâ wa al furqân adalah bayyinât min al halâl wa al harâm. (penjelasan yang menjelaskan halal dan haram).   

Al Hafidz As Suyuthi juga menjelaskan, bahwa al hudâ bermakna petunjuk yang dapat menghindarkan seseorang dari kesesatan; bayyinât min al hudâ bemakna ayat-ayat yang sangat jelas serta hukum-hukum yang menunjukkan seseorang kepada jalan yang benar; dan al furqân bermakna pemisah antara kebenaran dan kebatilan.

Ayat di atas telah menggambarkan betapa Allah Swt. telah memuliakan dan mengagungkan bulan Ramadhan di atas bulan-bulan yang lain.  Sebab, pada bulan itu Allah Swt. menurunkan Al-Qur’an yang berisikan petunjuk, penjelasan, serta pemisah antara yang haq dan yang batil. Tidak hanya itu, Al-Qur’an juga adalah sumber segala sumber hukum bagi kaum Muslim yang tidak boleh diingkari dan diacuhkan. Kemudian Pada ayat ini Allah Swt juga menerangkan bahwa puasa yang diwajibkan itu ialah pada bulan Ramadhan. Untuk mengetahui awal dan akhir bulan Ramadhan Rasulullah saw. telah bersabda: 

 صوموا لرؤيته و أفطروا لرؤيته فإن غبي عليكم (و في رواية : فإن غم عليكم) فأكملوا عدة شعبان ثلاثين (و في رواية مسلم : فاقدروا ثلاثين)

Artinya: Berpuasalah kamu karena melihat bulan (Ramadhan) dan berbukalah kamu karena melihat bulan (Syawal). Apabila tertutup bagi kamu (dalam satu riwayat mengatakan: Apabila tertutup bagi kamu disebabkan cuaca yang buruk), maka sempurnakanlah bulan Sya’ban tiga puluh hari (dan dalam satu riwayat Muslim "takdirkanlah" atau hitunglah bulan Sya’ban tiga puluh hari). (HR Bukhari dan Muslim).

Apakah tertutup bulan itu, karena cuaca yang tidak mengizinkan, atau memang karena menurut hitungan falakiyyah belum bisa dilihat pada tanggal 29 malam 30 Sya’ban, atau pada tanggal 29 malam 30 Ramadhan, tidaklah kita persoalkan di sini. Akan tetapi barang siapa yang melihat bulan Ramadhan pada tanggal 29 masuk malam 30 bulan Sya’ban, atau ada orang-orang yang melihat yang dapat dipercayainya, maka ia wajib berpuasa besok harinya. Kalau tidak, maka ia harus menyempurnakan bulan Sya’ban 30 hari. Begitu juga barang siapa yang melihat bulan Syawwal pada tanggal 29 malam 30 Ramadhan, atau ada yang melihat yang dapat dipercayainya, maka ia wajib berbuka besok harinya, kalau tidak, maka ia harus menyempurnakan puasa 30 hari. Sebaiknya dalam hal penetapan permulaan hari puasa Ramadhan dan hari raya Syawal agar dipercayakan kepada pemerintah, sehingga kalau ada perbedaan pendapat bisa dihilangkan dengan satu keputusan pemerintah, sesuai dengan kaidah yang berlaku:

  حكم الحاكم يرفع الخلاف                                                Artinya: Putusan penguasa menghilangkan/menghapuskan perbedaan pendapat.

Orang-orang yang tidak dapat melihat bulan Ramadhan seperti penduduk yang berada di daerah kutub utara atau selatan di mana terdapat enam bulan malam di kutub utara dan enam bulan siang di kutub selatan, maka hukumnya disesuaikan dengan daerah tempat turunnya wahyu yaitu, Mekkah yang pada daerah tersebut dianggap daerah mu'tadilah (daerah sedang atau pertengahan) atau diperhitungkan kepada tempat yang terdekat dengan daerah kutub utara dan kutub selatan. 

Pada ayat 185 ini, Allah mengulangi memperkuat ayat 184, bahwa walaupun berpuasa diwajibkan, tetapi diberi kelonggaran bagi orang-orang yang sakit dan musafir untuk tidak berpuasa pada bulan Ramadhan dan menggantikan pada hari-hari yang lain. Kemudian pada penutup ayat ini Allah menekankan supaya disempurnakan bilangan puasa itu dan menyuruh bertakbir serta bersyukur kepada Allah atas segala petunjuk-petunjuk yang diberikan.

Hidup Sejalan Dengan Al- Quran!

Salah satu amanah yang telah dibebankan kepada manusia adalah hidup sejalan dengan tuntunan Al-Qur’an.  Artinya, seorang Muslim harus selalu tunduk dan patuh terhadap aturan Allah. Amanah untuk hidup sesuai tuntunan Allah Swt. sangatlah berat.  Begitu beratnya, gunung akan hancur berkeping-keping karena takut atas konsekuensinya.   Allah Swt. berfirman,

لَوْ أَنزَلْنَا هَذَا الْقُرْآنَ عَلَى جَبَلٍ لَّرَأَيْتَهُ خَاشِعاً مُّتَصَدِّعاً مِّنْ خَشْيَةِ اللَّهِ وَتِلْكَ الْأَمْثَالُ نَضْرِبُهَا لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمْ يَتَفَكَّرُونَ -٢١-

Artinya: “Seandainya Kami menurunkan Al Qur’an ini pada sebuah gunung, pasti kamu akan melihatnya tunduk terpecah belah disebabkan takut kepada Allah. Perumpamaan-perumpamaan itu Kami buat untuk manusia supaya mereka berpikir. (Q.S. Al- Hasyr : 21).

            Imam Al Baidhawi, menafsirkan ayat ini sebagai berikut:

Seandainya Kami (Allah) menciptakan akal dan perasaan pada gunung sebagaimana yang telah Kami ciptakan pada diri manusia, kemudian Kami menurunkan Al-Qur’an di atasnya, dengan konsekuensi pahala dan siksa, sungguh ia akan tunduk, patuh, dan hancur berkeping-keping karena takut kepada Allah. Ayat ini merupakan gambaran betapa besarnya kehebatan dan pengaruh Al-Qur’an. Maksud ayat ini adalah celaan terhadap manusia disebabkan tidak tunduk ketika dibacakan Al Qur’an kepadanya.  Bahkan, mereka menolak keajaiban-keajaiban dan keagungan-keagungan Al-Qur’an.

            Dalam kitab Bahr Al Muhîth disebutkan, bahwa maksud ayat ini adalah celaan kepada manusia yang telah keras hatinya, dan tidak terpengaruh hatinya dengan Al-Qur’an yang seandainya diturunkan di atas sebuah gunung, niscaya gunung itu akan tunduk dan terpecah-belah karena takut kepada Allah Swt.  Jika gunung yang tegak dan kokoh saja tunduk dan patuh kepada Al-Qur’an tentu manusia harus lebih tunduk pada Al- Qur’an.

            Lalu, apakah kaum Muslim sudah tunduk dan patuh kepada Al-Qur’an dan kandungan isinya? Ataukah justru mereka acuh, mengingkari, bahkan berusaha mengganti hukum-hukum yang terkandung di dalam Al-Qur’an ?   Bukankah Allah Swt. telah berfirman:

أَفَلَا يَتَدَبَّرُونَ الْقُرْآنَ أَمْ عَلَى قُلُوبٍ أَقْفَالُهَا -٢٤-

Artinya:”Apakah mereka tidak memperhatikan Al Qur’an ataukah hati mereka terkunci.(Q.S. Muhammad : 24).

            Tidak hanya itu saja, Allah Swt. telah menjanjikan bagi siapa saja yang membaca Al-Qur’an dengan pahala yang sangat besar.  

إِنَّ الَّذِينَ يَتْلُونَ كِتَابَ اللَّهِ وَأَقَامُوا الصَّلَاةَ وَأَنفَقُوا مِمَّا رَزَقْنَاهُمْ سِرّاً وَعَلَانِيَةً يَرْجُونَ تِجَارَةً لَّن تَبُورَ -٢٩-

Artinya: Sesungguhnya orang-orang yang selalu membaca Kitabullah dan mendirikan shalat serta menafkahkan sebagian dari rezeki yang Kami anugerahkan kepada mereka, baik secara diam-diam maupun secara terang-terangan, mereka itu mengharapkan perniagaan yang tiada akan merugi. (Q.S. Al Fathir : 29).

           Lalu, mengapa kaum Muslim tidak serius mempelajari, membaca, memahami, dan mengamalkan kandungan Al-Qur’an. Bagaimana mungkin kita bisa memikul amanah yang telah dibebankan Allah kepada kita sekiranya kita tidak berusaha dengan serius mempelajari kandungan isi Al-Qur’an? 

            Sayangnya, kebanyakan kaum Muslim sekarang ini telah enggan, bahkan acuh terhadap Al Qur’an. Tidak sedikit di antara mereka yang mengibarkan peperangan terhadap Al-Qur’anul Karim. Mereka berusaha menundukkan Al-Qur’an agar sesuai dengan keinginan-keinginan mereka.  Tak henti-hentinya mereka mendiskreditkan hukum-hukum agung yang lahir dari Al-Qur’anul Karim. Padahal, siapa saja yang mendustakan dan menyombongkan dirinya di hadapan ayat-ayat Allah tidak mungkin bisa masuk ke dalam surga Allah Swt. Allah Swt. Berfirman :

إِنَّ الَّذِينَ كَذَّبُواْ بِآيَاتِنَا وَاسْتَكْبَرُواْ عَنْهَا لاَ تُفَتَّحُ لَهُمْ أَبْوَابُ السَّمَاء وَلاَ يَدْخُلُونَ الْجَنَّةَ حَتَّى يَلِجَ الْجَمَلُ فِي سَمِّ الْخِيَاطِ وَكَذَلِكَ نَجْزِي الْمُجْرِمِينَ -٤٠-

Artinya: “Sesungguhnya orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami dan menyombongkan diri terhadapnya, sekali-kali tidak akan dibukakan pintu-pintu langit (ampunan) dan mereka tidak (pula) masuk surga, hingga unta mauk ke lubang jarum. Demikianlah Kami membalas orang-orang yang berbuat kejahatan. (QS Al A‘raf : 40).

            Pada hakikatnya, orang yang menolak aturan-aturan Allah adalah orang yang mendustakan dan menyombongkan dirinya di hadapan ayat-ayat Allah. Orang-orang semacam ini tidak mungkin bisa masuk surga Allah, sebagaimana tidak mungkinnya unta masuk ke lubang jarum.        

        Hukum Allah adalah hukum terbaik.  Tidak ada satupun hukum yang bisa melebihi hukum Allah. Lalu, pantaskah kita membuat dan memproduksi hukum menurut hawa nafsu dan akal kita sembari mengesampingkan hukum hukum Allah. Lalu, apakah diri kita masih pantas berharap pada surga Allah Swt., sementara kita masih mengacuhkan dan meminggirkan Al-Qur’an? Maka buatlah hukum sesuai Al-Qur’an!

Puasa diwajibkan di bulan Ramadhan karena padanya diturunkan Al-Qur’an. Sebagai Kitab Suci, Al-Qur’an hanya bisa dijangkau maknanya (baca: disentuh) oleh orang yang suci pula (56:79). Puasa adalah sarana ibadah untuk mensucikan jiwa dari kotoran ego dan subjektivitas (pribadi dan golongan). Maka alangkah ironisnya manakala kita mendahulukan ego kelompok seraya mengabaikan kesatuan umat hanya karena berbeda cara penentuan awal Ramadhan dan Syawal.

 

SURGA FIRDAUS IMPIAN ORANG BERIMAN

                                                             SURGA FIRDAUS      Setiap muslim pasti ingin masuk kedalam surga dan mereka b...