Kata ghoib, menurut beberapa kamus
arab, seperti lisaanul arab berasal dari kata ghoba (tidak tampak, tidak hadir)
kebalikan dari kata hadhoro atau zhoharo ( hadir atau nampak). Ghaib adalah
sesuatu yang tidak tampak dengan panca indera seperti mata kita atau sesuatu
yang tidak tampak secara kasat mata. Firmat Allah ta’ala dalam ( QS An Naml: 65)
Allah Swt , menegaskan hal yang ghaib hanya diketahui oleh Allah Swt seperti
pengetahuan kapan mereka dibangkitkan. Namun Allah Swt, tidak mengatakan apa
yang diketahui oleh Allah Swt, seluruhnya tidak disampaikan kepada manusia
karena Allah Swt, berfirman pada ( QS. Al- Jin : 26-27) yang artinya, “Tuhan
Maha Mengetahui yang gaib. Maka Dia tidak akan membukakan kegaibannya itu
kepada seorang pun, kecuali kepada Rasul yang di kehendaki”.
Dan dalam firman-Nya yang lain yang artinya “Dan mereka bertanya kepadamu tentang roh. Katakanlah: “Ruh itu termasuk urusan Tuhan-ku, dan tidaklah kamu diberi pengetahuan melainkan sedikit“.( QS.Al-Isra : 85 ).Dan dalam firmanya yang artinya, “Katakanlah: Aku tidak mengatakan kepadamu, bahwa perbendaharaan Allah ada padaku, dan tidak (pula) aku mengetahui yang ghaib dan tidak (pula) aku mengatakan kepadamu bahwa aku seorang malaikat. Aku tidak mengikuti kecuali apa yang diwahyukan kepadaku. Katakanlah: “Apakah sama orang yang buta dengan yang melihat?” Maka apakah kamu tidak memikirkan(nya)?” (QS Al- An’aam : 50 ) ketiga firmanNya tersebut dapat diketahui bahwa Allah Swt, memberikan pengetahuan tentang ghaib walaupun sedikit atau sebatas apa yang diwahyukan kepada Rasul yang dikehendaki-Nya, tentulah Rasul yang dikehendaki-Nya adalah Sayyidina Muhammad Saw. Rasulullah Saw mengetahui tentang ghaib berdasarkan al-khabar as-sadiq (pemberitaan valid) dari Allah Azza wa Jalla seperti pengetahuan tentang malaikat, jin, adanya akhirat, dll. Juga Rasulullah mengetahui tentang ghaib berdasarkan pengalaman beliau “diperjalankan” hingga sampai kepada Allah Azza wa Jalla dengan peristiwa Isra Mi’raj.
Dan dalam firman-Nya yang lain yang artinya “Dan mereka bertanya kepadamu tentang roh. Katakanlah: “Ruh itu termasuk urusan Tuhan-ku, dan tidaklah kamu diberi pengetahuan melainkan sedikit“.( QS.Al-Isra : 85 ).Dan dalam firmanya yang artinya, “Katakanlah: Aku tidak mengatakan kepadamu, bahwa perbendaharaan Allah ada padaku, dan tidak (pula) aku mengetahui yang ghaib dan tidak (pula) aku mengatakan kepadamu bahwa aku seorang malaikat. Aku tidak mengikuti kecuali apa yang diwahyukan kepadaku. Katakanlah: “Apakah sama orang yang buta dengan yang melihat?” Maka apakah kamu tidak memikirkan(nya)?” (QS Al- An’aam : 50 ) ketiga firmanNya tersebut dapat diketahui bahwa Allah Swt, memberikan pengetahuan tentang ghaib walaupun sedikit atau sebatas apa yang diwahyukan kepada Rasul yang dikehendaki-Nya, tentulah Rasul yang dikehendaki-Nya adalah Sayyidina Muhammad Saw. Rasulullah Saw mengetahui tentang ghaib berdasarkan al-khabar as-sadiq (pemberitaan valid) dari Allah Azza wa Jalla seperti pengetahuan tentang malaikat, jin, adanya akhirat, dll. Juga Rasulullah mengetahui tentang ghaib berdasarkan pengalaman beliau “diperjalankan” hingga sampai kepada Allah Azza wa Jalla dengan peristiwa Isra Mi’raj.
Begitupula
kita muslim pada umumnya akan mendapatkan pengetahuan tentang ghaib berdasarkan
apa yang telah disampaikan oleh Rasulullah Saw. Cuma untuk pengetahuan tentang
ghaib yang lebih jauh, khusus untuk hamba Allah yang dikehendaki-Nya pula.
Bagaimana seorang hamba Allah “diperjalankan” hingga sampai kepada Allah Azza
wa Jalla dengan dzikrullah. Dzikrullah yang utama adalah sholat. Nabi Muhammad
Saw bersabda, bahwa Ash-shalatul Mi’rajul Mu’minin, “sholat itu adalah
mi’rajnya orang-orang mukmin“. Yaitu naiknya jiwa meninggalkan ikatan nafsu
yang terdapat dalam fisik manusia menuju ke hadirat Allah. Contoh dalam urusan sholat
yang berhubungan dengan ghaib adalah makna bersuci (thaharah) secara bathin.
Rasulullah
Saw juga bersabda :”Kunci perkara ghaib itu ada lima, tidak ada seorangpun yang
mengetahuinya melainkan Allah Ta’ala : ‘Tidak ada seorangpun yang mengetahui
apa yang akan terjadi esok selain Allah Ta’ala, dan tidak ada seorangpun
mengetahui apa yang ada di dalam kandungan selain Allah Ta’ala, dan tidak ada
seorangpun yang mengetahui kapan terjadinya hari kiamat selain Allah Ta’ala,
dan tidak ada seorangpun yang mengetahui di bumi mana dia akan mati selain
Allah Ta’ala, dan tidak seorangpun yang mengetahui kapan hujan akan turun
selain Allah Ta’ala”. (Hadis Riwayat Imam Bukhari dan Imam
Ahmad dari Ibnu Umar)
Ruh kita, karena berada di alam malakut, tidak dapat dilihat
oleh mata lahir kita. Ruh adalah bagian batiniah dari diri kita. Ia hanya dapat
dilihat oleh mata batin. Ada sebagian di antara manusia yang dapat melihat ruh
dirinya atau orang lain. Mereka dapat menengok ke alam malakut. Kemampuan itu
diperoleh karena mereka sudah melatih mata batinya dengan riyadhah kerohanian
atau karena anugrah Allah Swt, ( al-mawahib al-rabbaniyyah ). Para Nabi, para
wali Allah (shiddiqin), dan orang-orang sholeh seringkali mendapat kesempatan
melihat ke alam malakut itu. Kesempatan ini yang disebut dengan kasyaf,
terbukanya hijab atau tabir pemisah antara hamba dan Tuhan. Allah Azza wa Jalla
membukakan tabir bagi kekasih-Nya untuk melihat, mendengar, merasakan, dan
mengetahui hal-hal ghaib atau dapat memasuki alam malakut. Seperti tubuh, ruh
mempunyai rupa yang bermacam-macam: buruk atau indah; juga mempunyai bau yang
berbeda: busuk atau harum. Rupa ruh jauh lebih beragam dari rupa tubuh.
Berkenaan dengan wajah lahiriah, kita dapat saja menyebut wajahnya mirip
binatang, tapi pasti ia bukan binatang. Ruh dapat betul-betul berupa binatang
-babi atau kera. Jadi ruh dibentuk dari amal kebaikan (amal sholeh) . Bentuk
ruh manusia yang sempurna atau muslim yang berakhlakul karimah adalah serupa
dengan bentuk jasadnya yang terbaik, mereka yang sudah dapat mengalahkan nafsu
hewani atau nafsu syaitan. Imam Malik ra berkata: “Ruh manusia yang sholeh itu
sama saja bentuknya dengan jasad lahirnya.”
Pada
suatu hari Abu Bashir berada di Masjid A-Haram. ia terpesona mnenyaksikan
ribuan orang yang bergerak mengelilingi Kabah, mendengarkan gemuruh tahlil,
tasbih, dan takbir mereka. Ia membayangkan betapa beruntungnya orang-orang itu.
Mereka tentu akan mendapat pahala dan ampunan Tuhan. Imam Ja’far Al-Shadiq ra,
ulama besar dari keturunan cucu Rasulullah Saw, menyuruh Abu Bashir menutup
matanya. Imam Ja’far mengusap wajahnya. Ketika ia membuka lagi matanya, ia
terkejut. Di sekitar Ka’bah ia melihat banyak sekali binatang dalam berbagai
jenisnya- mendengus, melolong, mengaum. Imam Ja’far berkata, “Betapa
banyaknya lolongan atau teriakan; betapa sedikitnya yang haji.” Apa
yang disaksikan Abu Bashir pada kali yang pertama adalah bentuk tubuh-tubuh
manusia. Apa yang dilihat kedua kalinya adalah bentuk-bentuk ruh mereka.
Para wali Allah dan ulama yang sholeh dari kalangan habib
atau sayyid, keturunan cucu Rasulullah Saw , ada di antara mereka dapat melihat
ruh manusia. Kadang orang awam melihat seseorang begitu alim namun mereka dapat
melihat keadaan orang tersebut sebenarnya dari bentuk ruhnya. Oleh karenanya untuk
memperindah bentuk ruh kita, kita harus melatihnya dengan akhlak yang baik.
Meningkatkan kualitas spiritual, berarti mernperindah akhlak kita. Kita dapat
simpulkan dari doa ketika bercermin. “Allahumma kama ahsanta khalqi fa hassin
khuluqi.’ ( Ya Allah, sebagaimana Engkau indahkan tubuhku, indahkan juga
akhlakku ). Setelah manusia wafat ditetapkanlah apa yang telah dicapainya
selama perjalanannya di dunia menjadi ruh manusia beriman atau ruh manusia
durhaka.
Imam
Ahmad dalam kitabnya Al-Musnad dari Al-Bara’ ibn ‘Azib berkata :Kabar tentang
ruh manusia beriman,Rasulullah Saw bersabda “Allah berfirman: “Tulislah
kitab hamba-Ku ini di dalam ‘Illiyyin lalu kembalikanlah dia ke bumi karena
Kami telah menciptakan mereka dari bumi (tanah). Kepadanya Aku kembalikan
mereka dan dari dalamnya Aku mengeluarkannya sekali lagi.” Ruhnya
kemudian dikembalikan ke bumi, lalu datanglah dua orang malaikat yang kemudian
mendudukkannya, Mereka lantas bertanya kepadanya, “Siapakah
Tuhan Anda ?” Ia menjawab, “Tuhanku adalah Allah .”Kedua
malaikat itu bertanya lagi, “Apakah agama Anda?” Ia
menjawab,“Agamaku adalah Islam.”Kedua malaikat itu
bertanya lagi, “Siapakah laki-laki yang telah diutus
kepada Anda?”Jawabnya, “Beliau adalah (Muhammad) Rasulullah.”
Malaikat itu bertanya, “Dari mana Anda tahu ?” Ia
menjawab, “Aku telah membaca Kitab Allah. Aku mengimani dan
membenarkannya.” Lalu terdengarlah sebuah panggilan dari langit, “Jika
memang hamba-Ku ini benar, maka hamparkanlah untuknya (permadani) dari surga,
berilah ia pakaian dari surga, dan bukakanlah untuknya pintu yang menuju surga.”
Kemudian ruh orang yang beriman dikembalikan ke jasadnya beserta bau wangi-wangiannya,
lalu diluaskan kuburannya sejauh mata memandang. Selanjutnya datanglah seorang
laki-laki tampan yang berpakaian bagus dan berbau harum. Ia berkata, “Berbahagialah
dengan segala yang membahagiakan Anda. Ini adalah hari kebahagiaan Anda yang
telah Allah janjikan.” Orang beriman tersebut bertanya, “Siapakah
engkau? Wajahmu tampan sekali.” Ia menjawab, “Aku
adalah amal saleh Anda.”
Adapun kabar tentang ruh manusia durhaka, Rasulullah Saw,
bersabda Allah berfirman “Tulislah buku catatan amalnya di Sijjin yang
berada di bumi paling bawah.” Ruhnya kemudian dilemparkan begitu saja.
Kemudian Rasulullah membacakan sebuah Firman Allah yang artinya, “Barangsiapa
yang menyekutukan sesuatu dengan Allah, maka ia adalah seolah-olah jatuh dari
langit lalu disambar oleh seekor burung, atau diterbangkan oleh angin ke tempat
yang jauh.” (QS. Al-Hajj : 31 ). Ruhnya kemudian dikembalikan ke
jasadnya. Selanjutnya datanglah kepadanya dua orang malaikat lantas
mendudukkannya. Mereka bertanya kepadanya, “Siapakah Tuhanmu?” Ia menjawab,
“Ee..ee..ee.. saya tidak tahu.” Mereka bertanya lagi, “Apa agamamu?” Ia
menjawab, “Ee..ee..ee.. saya tidak tahu.” Setelah itu terdedengar sebuah
pamggilan dari langit, “Jika ia benar-benar berdusta,
hamparkanlah untuknya sebuah hamparan yang terbuat dari api neraka, dan
bukakanlah untuknya sebuah pintu yang menuju ke neraka.” Ketika
pintu itu dibuka, maka panas dan racunnya langsung menembus badannya dan
kuburannya pun menjadi semakin sempit dan menghimpit badannya sehingga
tulng-tulangnya berserakan. Ia kemudian didatangi seorang laki-laki yang
berwajah buruk, berpakaian buruk dan berbau busuk. Orang itu berkata kepadanya,
“Berbahagialah kamu dengan sesuatu yang membinasakanmu. Hari ini adalah hari
kesengsaraanmu yang telah Allah janjikan!” Orang yang mati durhaka itu kemudian
bertanya, “Siapakah engkau? Wajahmu sangat buruk.” Ia menjawab, “Aku adalah
amal burukmu”.
Mereka yang kasyaf , atas izin Allah ta’ala dapat melihat
perjalanan ruh sehingga masa dituliskan dalam ‘Illiyyin
atau Sijjin. Mereka yang kasyaf akan paham tentang
tahlilan, yasinan, tawassul, tabarruk, istighotsah dll. Alam gaib bagi setiap orang
tidak sama. Ada yang masih tebal dan ada yang sudah transparan (mukasyafah).
Bagi mereka yang sudah berada di tingkat mukasyafah, sudah bisa berkomunikasi
lintas alam. Mereka seperti hidup di alam yang bebas dimensi, tidak lagi
terikat dengan ruang dan waktu. Mereka bisa berkomunikasi interaktif dengan
makhluk dan para penghuni alam lain, baik di alam malakut, alam jabarut, maupun
alam barzakh lainnya. Orang-orang yang memiliki batin bersih setelah menempuh
suluk, mujahadah, dan riyadhah, maka sangat berpeluang bisa menjalin komunikasi
interaktif dengan para penghuni alam-alam lain. Termasuk kemampuan
berkomunikasi atau belajar dari arwah para auliya’ dan arwah kekasih Tuhan
lainnya.
Di dalam sebuah hadis disebutkan, “Seandainya bukan
karena dosa yang menutupi kalbu Bani Adam, niscaya mereka menyaksikan malaikat
di langit.” (HR Ahmad dari Abi Hurairah). Sebaliknya, penghuni makhluk
cerdas alam lain, yang diistilahkan dalam Al-Qur’an man fi al-sama’, juga bisa
menyaksikan hamba-hamba kekasih Tuhan di bumi sebagaimana dinyatakan
Rasulullah, “Sesungguhnya para penghuni langit mengenal penghuni bumi yang
selalu mengingat dan berzikir kepada Allah bagaikan bintang yang bersinar di
langit.”
Dalam Al-Qur’an dinyatakan dalam ayat, “Untuk mereka
kabar gembira waktu mereka hidup di dunia dan di akhirat.” ( QS Yunus : 64 ).
Para ulama tafsir mengomentari ayat ini sesuai dengan pengalaman sahabat Nabi
Muhammad, Abu Darda’, yang menanyakan apa maksud ayat ini. Rasulullah
menjelaskan, “Yang dimaksud ayat ini ialah mimpi baik yang dilihat atau
diperlihatkan Allah Swt kepadanya.” Dalam ayat lain lebih jelas lagi Allah
berfirman, “Allah memegang jiwa (orang) ketika matinya dan ( memegang ) jiwa
(orang) yang belum mati di waktu tidurnya.” (QS Az-Zumar : 42 ). Wallahu
a’lam bishshawab.
Jadi
kandungan isi Surah As-Sajadah ayat 6
dan Surah Al-Hasyr ayat 22 menjelaskan bahwa : Allah adalah Tuhan Yang Maha Esa
tidak ada Tuhan selain Dia Yang mengetahui segala yang ghaib dan yang nyata
,yang Maha Perkasa, Maha Pemurah dan Maha Penyayang. Adapun hal-hal yang ghaib
itu meliputi : alam akhirat , alam Malakut, alam Barzah, Alam Arwah, Kursi , ‘Arasy
, Lauhul Mahfuzh, Mustawa , Sidratul Muntaha , Mizan , Shirathal Mustaqiim ,
Padang Mahsyar , Surga dan Neraka yang kesemuanya itu merupakan hal-hal yang
ghaib yang wajib kita imani keberadaannya jangan sampai kita mengingkarinya.
Karakter
atau perilaku orang yang mengimani hal-hal yang ghaib adalah sebagai berikut :
1.
Seseorang akan
senantiasa hidup berhati- hati, karena setiap langkah kehidupan akan dicatat
oleh malaikat-Nya.
2.
Tidak akan melakukan perbuatan yang dilarang oleh agama
karena Allah Maha Mengetahui segala apa yang kita kerjakan dan hal itu kelak
akan kita pertanggungjawabkan dihadhirat Allah Swt, karena Dialah yang akan membalas
segala amal perbuatan hamba-Nya baik perbuatan jahat maupun perbuatan baik.
3.
Senantiasa meningkatkan ibadah kepada Allah Swt.
4.
Memelihara ruh agar
senantiasa bersih dari segala dosa, karena ruh kitalah yang akan kembali dan
bertemu dengan Allah Swt.
Allah Swt, juga bersifat Maha Pemurah, dengan
sifat-Nya itu Dia memberi rezki kepada segala makhluk-Nya tanpa memandang dia
mu’min atau kafir, namun tidak semua makhluk di sayang-Nya, karena sifat Maha
Penyayang-Nya itu hanya diberikan kepada orang-orang mu’min saja . Dengan
demikian mengimani hal-hal yang ghaib itu akan membimbing kita hidup teratur dan senantiasa dalam ketaatan
kepada Allah Swt.
<script async src="https://pagead2.googlesyndication.com/pagead/js/adsbygoogle.js?client=ca-pub-6303669560088871"crossorigin="anonymous"></script>
Tidak ada komentar:
Posting Komentar