Selasa, 28 Oktober 2014

Beriman Dengan Yang Ghaib


         Kata ghoib, menurut beberapa kamus arab, seperti lisaanul arab berasal dari kata ghoba (tidak tampak, tidak hadir) kebalikan dari kata hadhoro atau zhoharo ( hadir atau nampak). Ghaib adalah sesuatu yang tidak tampak dengan panca indera seperti mata kita atau sesuatu yang tidak tampak secara kasat mata. Firmat Allah ta’ala dalam ( QS An Naml: 65) Allah Swt , menegaskan hal yang ghaib hanya diketahui oleh Allah Swt seperti pengetahuan kapan mereka dibangkitkan. Namun Allah Swt, tidak mengatakan apa yang diketahui oleh Allah Swt, seluruhnya tidak disampaikan kepada manusia karena Allah Swt, berfirman pada ( QS. Al- Jin : 26-27) yang artinya, “Tuhan Maha Mengetahui yang gaib. Maka Dia tidak akan membukakan kegaibannya itu kepada seorang pun, kecuali kepada Rasul yang di kehendaki”.
Dan dalam firman-Nya yang lain yang artinya “Dan mereka bertanya kepadamu tentang roh. Katakanlah: “Ruh itu termasuk urusan Tuhan-ku, dan tidaklah kamu diberi pengetahuan melainkan sedikit“.( QS.Al-Isra : 85 ).Dan dalam firmanya yang artinya, “Katakanlah: Aku tidak mengatakan kepadamu, bahwa perbendaharaan Allah ada padaku, dan tidak (pula) aku mengetahui yang ghaib dan tidak (pula) aku mengatakan kepadamu bahwa aku seorang malaikat. Aku tidak mengikuti kecuali apa yang diwahyukan kepadaku. Katakanlah: “Apakah sama orang yang buta dengan yang melihat?” Maka apakah kamu tidak memikirkan(nya)?” (QS Al- An’aam : 50 ) ketiga firmanNya tersebut dapat diketahui bahwa Allah Swt, memberikan pengetahuan tentang ghaib walaupun sedikit atau sebatas apa yang diwahyukan kepada Rasul yang dikehendaki-Nya, tentulah Rasul yang dikehendaki-Nya adalah Sayyidina Muhammad Saw. Rasulullah Saw  mengetahui tentang ghaib berdasarkan al-khabar as-sadiq (pemberitaan valid) dari Allah Azza wa Jalla seperti pengetahuan tentang malaikat, jin, adanya akhirat, dll. Juga Rasulullah mengetahui tentang ghaib berdasarkan pengalaman beliau “diperjalankan” hingga sampai kepada Allah Azza wa Jalla dengan peristiwa Isra Mi’raj.

Begitupula kita muslim pada umumnya akan mendapatkan pengetahuan tentang ghaib berdasarkan apa yang telah disampaikan oleh Rasulullah Saw. Cuma untuk pengetahuan tentang ghaib yang lebih jauh, khusus untuk hamba Allah yang dikehendaki-Nya pula. Bagaimana seorang hamba Allah “diperjalankan” hingga sampai kepada Allah Azza wa Jalla dengan dzikrullah. Dzikrullah yang utama adalah sholat. Nabi Muhammad Saw bersabda, bahwa Ash-shalatul Mi’rajul Mu’minin, “sholat itu adalah mi’rajnya orang-orang mukmin“. Yaitu naiknya jiwa meninggalkan ikatan nafsu yang terdapat dalam fisik manusia menuju ke hadirat Allah. Contoh dalam urusan sholat yang berhubungan dengan ghaib adalah makna bersuci (thaharah) secara bathin.
Rasulullah Saw juga bersabda :”Kunci perkara ghaib itu ada lima, tidak ada seorangpun yang mengetahuinya melainkan Allah Ta’ala : ‘Tidak ada seorangpun yang mengetahui apa yang akan terjadi esok selain Allah Ta’ala, dan tidak ada seorangpun mengetahui apa yang ada di dalam kandungan selain Allah Ta’ala, dan tidak ada seorangpun yang mengetahui kapan terjadinya hari kiamat selain Allah Ta’ala, dan tidak ada seorangpun yang mengetahui di bumi mana dia akan mati selain Allah Ta’ala, dan tidak seorangpun yang mengetahui kapan hujan akan turun selain Allah Ta’ala”. (Hadis Riwayat Imam Bukhari dan Imam Ahmad dari Ibnu Umar)
Ruh kita, karena berada di alam malakut, tidak dapat dilihat oleh mata lahir kita. Ruh adalah bagian batiniah dari diri kita. Ia hanya dapat dilihat oleh mata batin. Ada sebagian di antara manusia yang dapat melihat ruh dirinya atau orang lain. Mereka dapat menengok ke alam malakut. Kemampuan itu diperoleh karena mereka sudah melatih mata batinya dengan riyadhah kerohanian atau karena anugrah Allah Swt, ( al-mawahib al-rabbaniyyah ). Para Nabi, para wali Allah (shiddiqin), dan orang-orang sholeh seringkali mendapat kesempatan melihat ke alam malakut itu. Kesempatan ini yang disebut dengan kasyaf, terbukanya hijab atau tabir pemisah antara hamba dan Tuhan. Allah Azza wa Jalla membukakan tabir bagi kekasih-Nya untuk melihat, mendengar, merasakan, dan mengetahui hal-hal ghaib atau dapat memasuki alam malakut. Seperti tubuh, ruh mempunyai rupa yang bermacam-macam: buruk atau indah; juga mempunyai bau yang berbeda: busuk atau harum. Rupa ruh jauh lebih beragam dari rupa tubuh. Berkenaan dengan wajah lahiriah, kita dapat saja menyebut wajahnya mirip binatang, tapi pasti ia bukan binatang. Ruh dapat betul-betul berupa binatang -babi atau kera. Jadi ruh dibentuk dari amal kebaikan (amal sholeh) . Bentuk ruh manusia yang sempurna atau muslim yang berakhlakul karimah adalah serupa dengan bentuk jasadnya yang terbaik, mereka yang sudah dapat mengalahkan nafsu hewani atau nafsu syaitan. Imam Malik ra berkata: “Ruh manusia yang sholeh itu sama saja bentuknya dengan jasad lahirnya.”
Pada suatu hari Abu Bashir berada di Masjid A-Haram. ia terpesona mnenyaksikan ribuan orang yang bergerak mengelilingi Kabah, mendengarkan gemuruh tahlil, tasbih, dan takbir mereka. Ia membayangkan betapa beruntungnya orang-orang itu. Mereka tentu akan mendapat pahala dan ampunan Tuhan. Imam Ja’far Al-Shadiq ra, ulama besar dari keturunan cucu Rasulullah Saw, menyuruh Abu Bashir menutup matanya. Imam Ja’far mengusap wajahnya. Ketika ia membuka lagi matanya, ia terkejut. Di sekitar Ka’bah ia melihat banyak sekali binatang dalam berbagai jenisnya- mendengus, melolong, mengaum. Imam Ja’far berkata, “Betapa banyaknya lolongan atau teriakan; betapa sedikitnya yang haji.” Apa yang disaksikan Abu Bashir pada kali yang pertama adalah bentuk tubuh-tubuh manusia. Apa yang dilihat kedua kalinya adalah bentuk-bentuk ruh mereka.
Para wali Allah dan ulama yang sholeh dari kalangan habib atau sayyid, keturunan cucu Rasulullah Saw , ada di antara mereka dapat melihat ruh manusia. Kadang orang awam melihat seseorang begitu alim namun mereka dapat melihat keadaan orang tersebut sebenarnya dari bentuk ruhnya. Oleh karenanya untuk memperindah bentuk ruh kita, kita harus melatihnya dengan akhlak yang baik. Meningkatkan kualitas spiritual, berarti mernperindah akhlak kita. Kita dapat simpulkan dari doa ketika bercermin. “Allahumma kama ahsanta khalqi fa hassin khuluqi.’ ( Ya Allah, sebagaimana Engkau indahkan tubuhku, indahkan juga akhlakku ). Setelah manusia wafat ditetapkanlah apa yang telah dicapainya selama perjalanannya di dunia menjadi ruh manusia beriman atau ruh manusia durhaka.
Imam Ahmad dalam kitabnya Al-Musnad dari Al-Bara’ ibn ‘Azib berkata :Kabar tentang ruh manusia beriman,Rasulullah Saw bersabda “Allah berfirman: “Tulislah kitab hamba-Ku ini di dalam ‘Illiyyin lalu kembalikanlah dia ke bumi karena Kami telah menciptakan mereka dari bumi (tanah). Kepadanya Aku kembalikan mereka dan dari dalamnya Aku mengeluarkannya sekali lagi.” Ruhnya kemudian dikembalikan ke bumi, lalu datanglah dua orang malaikat yang kemudian mendudukkannya, Mereka lantas bertanya kepadanya, “Siapakah Tuhan Anda ?” Ia menjawab, “Tuhanku adalah Allah .”Kedua malaikat itu bertanya lagi, “Apakah agama Anda?” Ia menjawab,“Agamaku adalah Islam.”Kedua malaikat itu bertanya lagi, “Siapakah laki-laki yang telah diutus kepada Anda?”Jawabnya, “Beliau adalah (Muhammad) Rasulullah.” Malaikat itu bertanya, “Dari mana Anda tahu ?” Ia menjawab, “Aku telah membaca Kitab Allah. Aku mengimani dan membenarkannya.” Lalu terdengarlah sebuah panggilan dari langit, “Jika memang hamba-Ku ini benar, maka hamparkanlah untuknya (permadani) dari surga, berilah ia pakaian dari surga, dan bukakanlah untuknya pintu yang menuju surga.” Kemudian ruh orang yang beriman dikembalikan ke jasadnya beserta bau wangi-wangiannya, lalu diluaskan kuburannya sejauh mata memandang. Selanjutnya datanglah seorang laki-laki tampan yang berpakaian bagus dan berbau harum. Ia berkata, “Berbahagialah dengan segala yang membahagiakan Anda. Ini adalah hari kebahagiaan Anda yang telah Allah janjikan.” Orang beriman tersebut bertanya, “Siapakah engkau? Wajahmu tampan sekali.” Ia menjawab, “Aku adalah amal saleh Anda.
Adapun kabar tentang ruh manusia durhaka, Rasulullah Saw, bersabda Allah berfirman “Tulislah buku catatan amalnya di Sijjin yang berada di bumi paling bawah.” Ruhnya kemudian dilemparkan begitu saja. Kemudian Rasulullah membacakan sebuah Firman Allah yang artinya, “Barangsiapa yang menyekutukan sesuatu dengan Allah, maka ia adalah seolah-olah jatuh dari langit lalu disambar oleh seekor burung, atau diterbangkan oleh angin ke tempat yang jauh.” (QS. Al-Hajj : 31 ). Ruhnya kemudian dikembalikan ke jasadnya. Selanjutnya datanglah kepadanya dua orang malaikat lantas mendudukkannya. Mereka bertanya kepadanya, “Siapakah Tuhanmu?” Ia menjawab, “Ee..ee..ee.. saya tidak tahu.” Mereka bertanya lagi, “Apa agamamu?” Ia menjawab, “Ee..ee..ee.. saya tidak tahu.” Setelah itu terdedengar sebuah pamggilan dari langit, “Jika ia benar-benar berdusta, hamparkanlah untuknya sebuah hamparan yang terbuat dari api neraka, dan bukakanlah untuknya sebuah pintu yang menuju ke neraka.” Ketika pintu itu dibuka, maka panas dan racunnya langsung menembus badannya dan kuburannya pun menjadi semakin sempit dan menghimpit badannya sehingga tulng-tulangnya berserakan. Ia kemudian didatangi seorang laki-laki yang berwajah buruk, berpakaian buruk dan berbau busuk. Orang itu berkata kepadanya, “Berbahagialah kamu dengan sesuatu yang membinasakanmu. Hari ini adalah hari kesengsaraanmu yang telah Allah janjikan!” Orang yang mati durhaka itu kemudian bertanya, “Siapakah engkau? Wajahmu sangat buruk.” Ia menjawab, “Aku adalah amal burukmu”.
Mereka yang kasyaf , atas izin Allah ta’ala dapat melihat perjalanan ruh  sehingga masa dituliskan dalam ‘Illiyyin atau Sijjin.   Mereka yang kasyaf akan paham tentang tahlilan, yasinan, tawassul, tabarruk, istighotsah dll. Alam gaib bagi setiap orang tidak sama. Ada yang masih tebal dan ada yang sudah transparan (mukasyafah). Bagi mereka yang sudah berada di tingkat mukasyafah, sudah bisa berkomunikasi lintas alam. Mereka seperti hidup di alam yang bebas dimensi, tidak lagi terikat dengan ruang dan waktu. Mereka bisa berkomunikasi interaktif dengan makhluk dan para penghuni alam lain, baik di alam malakut, alam jabarut, maupun alam barzakh lainnya. Orang-orang yang memiliki batin bersih setelah menempuh suluk, mujahadah, dan riyadhah, maka sangat berpeluang bisa menjalin komunikasi interaktif dengan para penghuni alam-alam lain. Termasuk kemampuan berkomunikasi atau belajar dari arwah para auliya’ dan arwah kekasih Tuhan lainnya.
Di dalam sebuah hadis disebutkan, “Seandainya bukan karena dosa yang menutupi kalbu Bani Adam, niscaya mereka menyaksikan malaikat di langit.” (HR Ahmad dari Abi Hurairah). Sebaliknya, penghuni makhluk cerdas alam lain, yang diistilahkan dalam Al-Qur’an man fi al-sama’, juga bisa menyaksikan hamba-hamba kekasih Tuhan di bumi sebagaimana dinyatakan Rasulullah, “Sesungguhnya para penghuni langit mengenal penghuni bumi yang selalu mengingat dan berzikir kepada Allah bagaikan bintang yang bersinar di langit.”
Dalam Al-Qur’an dinyatakan dalam ayat, “Untuk mereka kabar gembira waktu mereka hidup di dunia dan di akhirat.” ( QS Yunus : 64 ). Para ulama tafsir mengomentari ayat ini sesuai dengan pengalaman sahabat Nabi Muhammad, Abu Darda’, yang menanyakan apa maksud ayat ini. Rasulullah menjelaskan, “Yang dimaksud ayat ini ialah mimpi baik yang dilihat atau diperlihatkan Allah Swt kepadanya.” Dalam ayat lain lebih jelas lagi Allah berfirman, “Allah memegang jiwa (orang) ketika matinya dan ( memegang ) jiwa (orang) yang belum mati di waktu tidurnya.” (QS Az-Zumar : 42 ). Wallahu a’lam bishshawab.
Jadi kandungan isi  Surah As-Sajadah ayat 6 dan Surah Al-Hasyr ayat 22 menjelaskan bahwa : Allah adalah Tuhan Yang Maha Esa tidak ada Tuhan selain Dia Yang mengetahui segala yang ghaib dan yang nyata ,yang Maha Perkasa, Maha Pemurah dan Maha Penyayang. Adapun hal-hal yang ghaib itu meliputi : alam akhirat , alam Malakut, alam Barzah, Alam Arwah, Kursi , ‘Arasy , Lauhul Mahfuzh, Mustawa , Sidratul Muntaha , Mizan , Shirathal Mustaqiim , Padang Mahsyar , Surga dan Neraka yang kesemuanya itu merupakan hal-hal yang ghaib yang wajib kita imani keberadaannya jangan sampai kita mengingkarinya.
Karakter atau perilaku orang yang mengimani hal-hal yang ghaib adalah sebagai berikut :
1.    Seseorang akan senantiasa hidup berhati- hati, karena setiap langkah kehidupan akan dicatat oleh malaikat-Nya.
2.   Tidak akan melakukan perbuatan yang dilarang oleh agama karena Allah Maha Mengetahui segala apa yang kita kerjakan dan hal itu kelak akan kita pertanggungjawabkan dihadhirat Allah Swt, karena Dialah yang akan membalas segala amal perbuatan hamba-Nya baik perbuatan jahat maupun perbuatan baik.
3.   Senantiasa meningkatkan ibadah kepada Allah Swt.
4.   Memelihara  ruh agar senantiasa bersih dari segala dosa, karena ruh kitalah yang akan kembali dan bertemu dengan Allah Swt.

 Allah Swt, juga bersifat Maha Pemurah, dengan sifat-Nya itu Dia memberi rezki kepada segala makhluk-Nya tanpa memandang dia mu’min atau kafir, namun tidak semua makhluk di sayang-Nya, karena sifat Maha Penyayang-Nya itu hanya diberikan kepada orang-orang mu’min saja . Dengan demikian mengimani hal-hal yang ghaib itu akan membimbing kita  hidup teratur dan senantiasa dalam ketaatan kepada Allah Swt.


<script async src="https://pagead2.googlesyndication.com/pagead/js/adsbygoogle.js?client=ca-pub-6303669560088871"crossorigin="anonymous"></script>

 



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

SURGA FIRDAUS IMPIAN ORANG BERIMAN

                                                             SURGA FIRDAUS      Setiap muslim pasti ingin masuk kedalam surga dan mereka b...