Cermati kisah berikut!
Bagi
Anda yang menyukai film-film Indonesia tahun 90-an pasti sudah tidak asing lagi
dengan sosok aktris cantik sebutlah namanya neneng. Anak kelima dari enam
bersaudara ini mengawali kariernya di dunia perfilman Indonesia bertema syur
sehingga membuat dirinya lekat dengan sebutan bintang film “panas”. Perempuan
kelahiran Jakarta 37 tahun silam ini, sejak tahun 2001 berubah total. Ia
memutuskan untuk memakai jilbab. Namun, dia berkeyakinan bahwa berjilbab juga
harus diikuti dengan perubahan tingkah laku dalam kesehariannya. Dia tidak mau
dianggap berjilbab, tetapi tidak memberi contoh kepada mereka yang tidak
berjilbab. Lama menjadi selebriti yang konsisten berjilbab, Neneng, panggilan
akrab nya, makin giat dan yakin. Dirinya pun merasa bahwa berjilbab adalah
wujud syi’ar atas agama yang dia peluk.
“Berjilbab itu salah satu bentuk syi’ar saya
kepada orang lain.
Dengan
orang melihat saya seperti ini dan orang bisa ikutin saya untuk berjilbab, itu dampaknya
sangat baik,” kata Neneng saat ditemui di Indonesia Islamic Fashion Fair 2013 di JCC, Jakarta, Kamis (30/5),
seperti dilansir situs kapanlagi.com.
Selama
memakai jilbab, Neneng mengaku lebih merasakan ketenangan. “Perbedaan setelah
pakai jilbab adalah bahagia dunia akhirat, ketenangannya beda, menemukan
ketenangan yang luar biasa,” ujarnya kala itu. Neneng juga pernah mengatakan
bahwa keputusan dia untuk mengenakan jilbab bukan karena mengikuti “tren” atau
karena dari keinginan pihak lain. Dia menyebut keinginannya memakai jilbab
semata-mata karena panggilan hati mengikuti jalan Allah Swt. Perempuan yang
sudah bermain di belasan judul film layar lebar ini selalu berusaha untuk
tampil modis dengan jilbabnya, tanpa harus mengurangi tuntunan syar’iah.
(Dikutip dari: http://www.merdeka.com)
Aktivitas 1:
Carilah melalui berbagai
media, para aktris/aktor atau public figure yang
telah mengubah penampilan cara berpakaiannya secara islami. Kemudian, berilah kesimpulan
tentang perubahan penampilan tersebut, apakah sudah mencerminkan sikap pribadi
yang baik ataukah belum!
Mengkritisi Sekitar Kita
Cermati wacana berikut!
Tren
berbusana muslimah di kalangan perempuan Indonesia beberapa tahun terakhir ini
merupakan fenomena yang menggembirakan. Tentu hal ini sangat berbeda dengan
kondisi sebelumnya. Semangat perempuan Indonesia untuk mengenakan jilbab hampir
dapat dijumpai di semua area publik, baik di lingkungan pemerintahan maupun di
lingkungan swasta. Fenomena ini merupakan dampak positif media yang memberikan
informasi tentang para aktris atau public figure
lainnya yang menyadari pentingnya melaksanakan salah satu ajaran Islam mengenai
menutup aurat.
Namun
demikian, jika perilaku berbusana muslimah hanya disebabkan tren dan bukan
karena kesadaran keagamaan yang memerintahkan kaum hawa dalam menutup aurat, dikhawatirkan akan dapat mencederai ajaran Islam itu
sendiri. Betapa tidak, banyak dijumpai para perempuan yang secara §ahir sudah berbusana secara Islami, tetapi akhlak dan
perilakunya belum mencerminkan makna hakiki dari ajaran Islam untuk menutup aurat. Misalnya, masih banyak perempuan berjilbab yang
berpacaraan, berboncengan motor dengan orang yang bukan mahramnya dengan begitu mesra, dan
lain sebaginya. Tentu saja hal tersebut sangat tidak sesuai dengan maksud
menutup aurat. Idealnya, para perempuan
muslim yang telah berbusana sesuai dengan perintah agama, mampu menampilkan
pribadi yang dapat
menjadikan contoh bagi orang yang belum melaksanakannya.
Sebagai
renungan bersama, mari diskusikan pernyataan yang sering muncul di tengah-tengah
masyarakat, “Lebih baik tidak berjilbab,
tetapi sopan pada sesama,
menjaga perkataan dusta dan
gibah, dan lainnya daripada berjilbab tetapi tidak berakhlak baik pada sesama.” Bagaimana pendapat kamu
tentang hal tersebut?
Aktivitas 2:
Akhir-akhir ini muncul
perdebatan tentang penggunaan jilbab di kalangan polisi wanita (Polwan) oleh
Mabes Polri. Ada pihak yang tidak menyetujui dengan rencana tersebut dengan
alasan yang belum jelas. Kemukakan pendapat kamu tentang hal tersebut!
Bagaimana dengan larangan di sejumlah perusaan atau dunia kerja terhadap
pekerja yang berjilbab?
Memperkaya Khazanah Peserta Didik
A. Memahami Makna Busana Muslim/Muslimah dan Menutup Aurat
1. Makna Aurat
Menurut
bahasa, aurat berati malu, aib, dan buruk.
Kata aurat berasal dari kata awira yang
artinya hilang perasaan. Jika digunakan untuk mata, berarti hilang cahayanya
dan lenyap pandangannya. Pada umumnya, kata ini memberi arti yang tidak baik
dipandang, memalukan dan mengecewakan. Menurut istilah dalam hukum Islam, aurat adalah batas minimal dari bagian tubuh yang wajib ditutupi
karena perintah Allah Swt.
2. Makna Jilbab dan Busana Muslimah
Secara etimologi, jilbab adalah sebuah pakaian yang longgar untuk menutup
seluruh tubuh perempuan kecuali muka dan kedua telapak tangan. Dalam bahasa
Arab, jilbab dikenal dengan istilah khimar,
dan bahasa Inggris jilbab dikenal dengan istilah veil. Selain kata jilbab untuk menutup bagian dada hingga
kepala wanita untuk menutup aurat
perempuan,
dikenal pula istilah kerudung, hijab, dan sebagainya.
Pakaian
adalah barang yang dipakai (baju, celana, dan sebagainya). Dalam bahasa
Indonesia, pakaian juga disebut busana. Jadi, busana muslimah artinya pakaian
yang dipakai oleh perempuan. Pakaian perempuan yang beragama Islam disebut
busana muslimah. Berdasarkan makna tersebut, busana muslimah dapat diartikan sebagai
pakaian wanita Islam yang dapat menutup aurat yang
diwajibkan agama untuk menutupinya, guna kemaslahatan dan kebaikan wanita itu
sendiri serta masyarakat di mana ia berada.
Perintah
menutup aurat sesungguhnya adalah perintah
Allah Swt. Yang dilakukan secara bertahap. Perintah menutup aurat bagi kaum perempuan pertama kali diperintahkan kepada
istri-istri Nabi Muhammad saw. agar tidak berbuat seperti kebanyakan perempuan
pada waktu itu (Q.S. al-Ahzāb/33: 32-33). Setelah itu, Allah Swt.
memerintahkan kepada istri-istri Nabi saw. agar tidak berhadapan langsung
dengan laki-laki bukan mahramnya (Q.S. al-Ahzāb/33:53). Selanjutnya, karena
istri-istri Nabi saw. juga perlu keluar rumah untuk mencari kebutuhan rumah
tangganya, Allah Swt. memerintahkan mereka untuk menutup aurat apabila hendak keluar rumah (Q.S. al-Ahzāb/33:59).
Dalam
ayat ini, Allah Swt. memerintahkan untuk memakai jilbab, bukan hanya kepada
istri-istri Nabi Muhammad saw. dan anak-anak perempuannya, tetapi juga kepada
istri-istri orang-orang yang beriman. Dengan demikian, menutup aurat atau berbusana muslimah adalah wajib hukumnya bagi seluruh
wanita yang beriman.
B. Ayat-ayat Al-Qur’an dan Hadis tentang Perintah Berbusana
Muslim/Muslimah
1. Q.S.
al-Ahzab/33:59
Artinya :“Wahai Nabi! Katakanlah kepada
istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang mukmin, “Hendaklah
mereka menutupkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka. Yang demikian itu agar
mereka lebih mudah untuk dikenali sehingga mereka tidak diganggu. Dan Allah
Swt. Maha Pengampun, Maha Penyayang.”
2. Q.S.
An-Nμr/24:31
Artinya :“Dan katakanlah kepada para perempuan yang
beriman, agar mereka menjaga pandangannya, dan memelihara kemaluannya, dan
janganlah menampakkan perhiasannya (aurat-nya), kecuali yang (biasa) terlihat.
Dan hendaklah mereka menutupkan kain kerudung ke dadanya, dan janganlah menampakkan
perhiasannya (auratnya), kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau
ayah suami mereka, atau putra-putra mereka, atau putraputra suami mereka, atau
saudara-saudara laki-laki mereka, atau putra-putra saudara laki-laki mereka,
atau putra-putra saudara perempuan mereka, atau para perempuan (sesama Islam)
mereka, atau hamba sahaya yang mereka miliki, atau para pelayan laki-laki (tua)
yang tidak mempunyai keinginan (terhadap perempuan) atau anak-anak yang belum
mengerti tentang aurat perempuan. Dan janganlah mereka menghentakkan kakinya
agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan bertobatlah kamu semua
kepada Allah wahai orang-orang yang beriman, agar kamu beruntung.”
Kandungan Q.S. al-Ahzāb/33:59
Dalam
ayat ini, Rasulullah saw. diperintahkan untuk menyampaikan kepada para istrinya
dan juga sekalian wanita mukminah termasuk anak-anak perempuan beliau untuk
memanjangkan jilbab mereka dengan maksud agar dikenali dan membedakan dengan
perempuan nonmukminah. Hikmah lain adalah
agar mereka tidak diganggu. Karena dengan mengenakan jilbab, orang lain
mengetahui bahwa dia adalah seorang mukminah yang baik. Pesan al-Qur’ān ini datang menanggapi adanya gangguan kafir Quraisy terhadap
para mukminah terutama para istri Nabi Muhammad saw. Yang menyamakan mereka
dengan budak. Karena pada masa itu, budak tidak mengenakan jilbab. Oleh karena
itulah, dalam rangka melindungi kehormatan dan kenyamanan para wanita, ayat ini
diturunkan. Islam begitu melindungi kepentingan perempuan dan memperhatikan kenyamanan
mereka dalam bersosialisasi. Banyak kasus terjadi karena seorang individu itu
sendiri yang tidak menyambut ajakan al-Qur’ān untuk
berjilbab.
Kita
pun masih melihat di sekeliling kita, mereka yang mengaku dirinya muslimah,
masih tanpa malu mengumbar auratnya. Padahal Rasulullah saw. bersabda:
“Sesungguhnya rasa malu dan
keimanan selalu bergandengan kedua-duanya. Jika salah
satunya diangkat, maka akan terangkat keduaduanya.” (Hadis Sahih berdasarkan
syarah Syeikh Albani dalam kitab Adabul
Mufrad)
Kandungan Q.S. an-Nμr/24:31
Dalam
ayat ini, Allah Swt. berfirman kepada seluruh hamba-Nya yang mukminah agar menjaga kehormatan diri
mereka dengan cara menjaga pandangan, menjaga kemaluan, dan menjaga aurat. Dengan menjaga ketiga hal tersebut, dipastikan
kehormatan mukminah akan terjaga. Ayat ini merupakan kelanjutan dari perintah
Allah Swt. kepada hamba-Nya yang mukmin untuk menjaga pandangan dan menjaga kemaluan.
Ayat ini Allah Swt. khususkan untuk hamba-Nya yang beriman, berikut
penjelasannya.
Pertama,
menjaga pandangan. Pandangan diibaratkan “panah setan” yang siap ditembakkan
kepada siapa saja. “Panah setan” ini adalah panah yang jahat yang merusakan dua
pihak sekaligus, si pemanah dan yang terkena panah. Rasulullah saw. juga
bersabda pada hadis yang lain, “Pandangan
mata itu merupakan anak panah
yang beracun yang terlepas dari busur iblis, barangsiapa meninggalkannya
karena takut kepada Allah Swt., maka Allah Swt. akan memberinya ganti
dengan manisnya iman di dalam hatinya.” (Lafal hadis yang disebutkan tercantum dalam kitab Ad-Da’wa Dawa’ karya Ibnul Qayyim).
Panah yang dimaksud adalah
pandangan liar yang tidak menghargai kehormatan diri sendiri dan orang lain.
Zina mata adalah pandangan haram. Al-Qurān memerintahkan
agar menjaga pandangan ini agar tidak merusak keimanan karena mata adalah
jendela hati. Jika matanya banyak melihat maksiat yang dilarang, hasilnya akan
langsung masuk ke hati dan merusak hati.
Dalam hal ketidaksengajaan
memandang sesuatu yang haram, Rasulullah saw. bersabda kepada Ali ra., “Wahai Ali, janganlah engkau mengikuti pandangan (pertama yang tidak sengaja) dengan pandangan
(berikutnya), karena bagi
engkau pandangan yang pertama
dan tidak boleh bagimu pandangan yang terakhir (pandangan yang
kedua)” (H.R.
Abu Dawud dan At-Tirmidzi, dihasan-kan
oleh Syaikh al-Albani).
Kedua,
menjaga kemaluan. Orang yang tidak bisa menjaga kemaluannya pasti tidak bisa
menjaga pandangannya. Hal ini karena menjaga kemaluan tidak akan bisa dilakukan
jika seseorang tidak bisa menjaga pandangannya. Menjaga kemaluan dari zina
adalah hal yang sangat penting dalam menjaga kehormatan. Karena dengan
terjerumusnya ke dalam zina, bukan hanya harga dirinya yang rusak, orang
terdekat di sekitarnya seperti orang tua, istri/ suami, dan anak akan ikut
tercemar. “Dan, orang-orang yang
memelihara kemaluannya. Kecuali terhadap istri-istri mereka
atau budak-budak yang
mereka miliki. Maka
sesungguhnya, mereka dalam hal ini tiada tercela. Barangsiapa mencari yang sebaliknya, mereka itulah
orang-orang yang
melampaui batas.” (Q.S.
al-Ma’ārij/70:29-31)
Allah
Swt. sangat melaknat orang yang berbuat zina, dan menyamaratakannya dengan
orang yang berbuat syirik dan membunuh. Sungguh, tiga perbuatan dosa besar yang
amat sangat dibenci oleh Allah Swt. Firman-Nya: “Dan, janganlah kalian mendekati zina.
Sesungguhnya, zina
itu adalah suatu perbuatan
yang keji dan suatu jalan yang buruk.” (Q.S. al- Isrā’/17:32).
Ketiga,
menjaga batasan aurat yang telah dijelaskan dengan
rinci dalam hadis-hadis Nabi. Allah Swt. memerintahkan kepada setiap mukminah
untuk menutup auratnya kepada mereka yang bukan mahram, kecuali yang biasa tampak
dengan memberikan penjelasan siapa saja boleh melihat. Di antaranya adalah
suami, mertua, saudara laki-laki, anaknya, saudara perempuan, anaknya yang
laki-laki, hamba sahaya, dan pelayan tua yang tidak ada hasrat terhadap wanita.
Di samping ketiga hal di atas, Allah Swt. menegaskan bahwa walaupun auratnya sudah ditutup namun jika berusaha untuk ditampakkan
dengan berbagai cara termasuk dengan menghentakkan kaki supaya gemerincing perhiasannya
terdengar, hal itu sama saja dengan membuka aurat.
Oleh karena itu, ayat ini ditutup dengan perintah untuk bertaubat karena hanya dengan
taubat dari kesalahan yang dilakukan dan berjanji untuk mengubah sikap, kita
akan beruntung.
3. Hadis dari Ummu ‘Atiyyah
Dari Umu ‘Atiyah, ia berkata, “Rasulullah saw. memerintahkan
kami untuk keluar pada Hari Fitri dan Adha, baik gadis yang menginjak akil balig,
wanitawanita yang sedang haid, maupun wanita-wanita pingitan. Wanita yang sedang
haid tetap meninggalkan śalat, namun mereka dapat menyaksikan kebaikan dan dakwah kaum Muslim. Aku bertanya, ‘Wahai Rasulullah
saw.,salah seorang di antara kami ada yang tidak memiliki jilbab?’ Rasulullah
saw. menjawab, ‘Hendaklah saudarinya meminjamkan jilbabnya kepadanya.’” (H.R. Muslim)
a. Kandungan Hadis
Kandungan
hadis di atas adalah perintah Allah Swt. kepada para wanita untuk menghadiri
prosesi śalat ‘´idul Fitri dan ‘´idul Adha, walaupun dia sedang haid, sedang dipingit, atau tidak
memiliki jilbab. Bagi yang sedang haid, maka cukup mendengarkan khutbah tanpa perlu melakukan śalat berjama’ah seperti yang lain.
Wanita yang tidak punya jilbab pun bisa meminjamnya dari wanita lain. Hal ini
menunjukkan pentingnya dakwah/khutbah kedua
śalat ‘idain. Kandungan hadis yang kedua,
yang diriwayatkan oleh Ibnu Umar berisi tentang kemurkaan Allah Swt. terhadap
orang yang menjulurkan pakaiannya dengan maksud menyombongkan diri.
Aktivitas 3:
Carilah ayat al-Qur’ān dan hadis yang berhubungan dengan perintah mengenakan busana
muslim dan muslimah atau perintah menutup aurat!
Menerapkan Perilaku Mulia
Mengenakan
busana yang sesuai dengan syari’at
Islam
bertujuan agar manusia terjaga kehormatannya. Ajaran Islam tidak bermaksud
untuk membatasi atau mempersulit gerak dan langkah umatnya. Justru dengan
aturan dan syari’at tersebut, manusia akan terhindar dari berbagai kemungkinan
yang akan mendatangkan bencana dan kemudaratan bagi dirinya. Berikut ini
beberapa perilaku mulia yang harus dilakukan sebagai pengamalan berbusana
sesuai syari’at Islam, baik di lingkungan
keluarga, sekolah, maupun masyarakat.
1. Sopan-santun dan ramah-tamah
Sopan-santun
dan ramah-tamah merupakan ciri mendasar orang yang beriman. Mengapa demikian?
Karena ia merupakan salah satu akhlak yang dicontohkan oleh Rasulullah saw.
sebagai teladan dan panutan. Rasulullah adalah orang yang santun dan lembut
perkataannya serta ramah-tamah perilakunya. Hal itu ia tunjukan bukan saja
kepada keluarga dan sahabat-sahabatnya, tetapi kepada orang lain bahkan kepada
orang yang memusuhinya sekalipun.
2. Jujur dan amanah
Jujur
dan amanah adah sifat orang-orang beriman dan saleh. Tidak akan keluar
perkataan dusta dan perilaku khianat jika seseorang benar-benar beriman kepada
Allah Swt. Orang yang membiasakan diri dengan hidup jujur dan amanah, maka
hidupnya akan diliputi dengan kebahagiaan. Betapa tidak, banyak orang yang
hidupnya gelisah dan menderita karena hidupnya penuh dengan dusta. Dusta adalah
seburuk-buruk perkataan.
3. Gemar beribadah
Beribadah
adalah kebutuhan ruhani bagi manusia sebagaimana olah raga, makan, minum, dan
istirahat sebagai kebutuhan jasmaninya. Karena ibadah adalah kebutuhan, maka
tidak ada alasan orang yang beriman untuk melalaikan atau meninggalkannya.
Malahan, ia akan dengan senang hati melakukannya tanpa ada rasa keterpaksaan
sedikitpun.
4. Gemar menolong sesama
Menolong
orang lain pada hakikatnya menolong diri sendiri. Bagi orang yang beriman,
menolong dengan niat ikhlas karena Allah Swt. semata akan mendatangkan rahmat
dan karunia yang tiada tara. Berapa banyak orang yang gemar membantu orang lain
hidupnya mulia dan terhormat. Namun sebaliknya, bagi orang-orang yang kikir dan
enggan membantu orang lain, dapat dipastikan ia akan mengalami kesulitan hidup
di dunia ini. Tolonglah orang lain, niscaya
pertolongan akan datang kepadamu meskipun bukan berasal
dari orang yang kamu tolong!
5. Menjalankan amar makruf dan
nahi munkar
Maksud amar makruf dan nahi
munkar adalah
mengajak dan menyeru orang lain untuk berbuat kebaikan dan mencegah orang lain
melakukan kemunkaran/ kemaksiatan. Hal ini
dapat dilakukan dengan efektif jika ia telah memberikan contoh yang baik bagi
orang lain yang diserunya. Tugas mulia tersebut haruslah dilakukan oleh setiap
orang yang beriman. Ajaklah orang lain berbuat kebaikan
dan cegahlah ia dari kemunkaran!
<script async src="https://pagead2.googlesyndication.com/pagead/js/adsbygoogle.js?client=ca-pub-6303669560088871"crossorigin="anonymous"></script>